EXPRESI.co, SAMARINDA – Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim) membawa dampak signifikan terhadap kebutuhan pangan yang melonjak seiring pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk.

Namun, ambisi Kaltim untuk mencapai swasembada pangan dihadapkan pada tantangan serius, terutama penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Salah satu penyebab utama adalah konversi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan, yang semakin memperburuk ketahanan pangan di daerah tersebut.

Hingga kini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari luar daerah, seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, mengakui bahwa sektor sumber daya alam, khususnya pertambangan, masih menjadi andalan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan berkat luasnya wilayah yang tersedia untuk pertanian.

Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah pertanian di Kaltim. Ia menilai, langkah ini menjadi fondasi penting dalam merancang strategi ketahanan pangan, khususnya sebagai penyangga kebutuhan pangan IKN.

“Kita belum memiliki data konkret tentang pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahan yang tersedia? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Dan tanaman apa yang cocok ditanam? Jika kita memiliki database yang lengkap, saya yakin kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri tanpa bergantung pada pasokan luar daerah,” ungkap Ananda, Jumat (22/11/2024).

Dia juga menambahkan bahwa beberapa wilayah di Kaltim, seperti Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU), telah dikenal sebagai lumbung pangan. Namun, Ananda meyakini bahwa wilayah lain di Kaltim juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pemetaan yang menyeluruh dari hulu ke hilir.

“Yang paling penting adalah memulai dengan database yang lengkap. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, baik dari pusat maupun kabupaten/kota. Selain fokus pada pemanfaatan SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan agar tidak tergantung pada pasokan dari luar,” tambahnya.

Ia juga mendorong pemerintah pusat untuk memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai solusi strategis untuk memperkuat ketahanan pangan.

Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal, bukan hanya pada aspek pembangunan besar-besaran.

“Jika dikelola dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Semua pihak, baik pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, harus bekerja sama untuk mewujudkan hal ini,” pungkasnya. (adv)