BONTANG – “Krekkk… (suara engsel pintu terbuka).” Semerbak wangi lembut bagai bunga melati yang baru mekar di pagi hari dengan sentuhan manis vanila hangat mulai menusuk hidung.
Di balik pintu ruangan berukuran 1,5×3 meter itu, tidak kurang dari lima orang perempuan sedang asik menunggu tamunya. Ternyata, aroma manis tadi datang dari tubuh mereka.
Satu di antaranya bernama Indah (bukan nama sebenarnya). Sembari memainkan telepon genggamnya, ia melirik sekilas dan berkata, “Malam, Kakak.” Suaranya terdengar lembut, seiring gerak bibir tipisnya yang merah merona.
Cahaya lampu menerangi wajah cantik wanita 21 tahun itu, menambah kesan pada pandangan pertama. Kata-kata sederhana yang mengalir begitu ringan, seolah dibungkus dalam pesona tak bisa diabaikan.
Waktu berlalu cepat. Gelap malam tenang disinari rembulan kini semakin larut, jarum jam menunjukkan pukul 00.03 WITA.
Sang wanita sudah duduk di samping seseorang yang tadi ia sapa, kepalanya bersandar ke bahu kanan pria itu, suasana dingin ditemani sebotol minuman dan alunan lagu dari pemandu karaoke yang terbuai bersama para tamu.
Detik jam terus berdenyut, mengingatkan bahwa waktu tak pernah berhenti berjalan. Keduanya saling melontarkan pertanyaan sambil berbisik karena suara musik cukup nyaring.
Obrolannya sepele, basa-basi perkenalan tidak begitu penting. Mata keduanya sayup dan mulai syahdu ketika Indah berucap, “Kalau ada pekerjaan lebih baik, aku mau pulang,” ungkapnya penuh harapan.
Kondisi ekonomi menjebaknya dalam lingkaran sosial yang sulit untuk ditinggalkan. Dia hanya berfikir bagaimana buah hatinya bisa tumbuh dengan kecukupan.
Benar! Indah mempunyai anak yang sehat, ceria berumur sekira 3 tahun dari hasil pernikahan dengan mantan suaminya dulu. Menambah simpati pria yang bersamanya.
Dalam hatinya si pria bergumam, Indah seseorang yang layak dicintai, bukan sekadar bagian dari gemerlap malam. Tetapi apa daya, ketidakberanian dan ketidakmampuan finansial menjadi penghalang.
Belum lagi stigma masyarakat terhadap perempuan yang bekerja di dunia malam menjadi alasan tambahan mengapa hubungan ini terasa mustahil.
Indah sangat terpaksa masih harus terus berada di lingkaran itu, dan lelaki itu hanya bisa memendam rasa yang tak tersampaikan, terjebak dalam dilema antara cinta dan kenyataan yang sulit diterima.
Bersambung: “Perempuan” di Club Malam: Gaun Merah Natal (Tamat)
Tinggalkan Balasan