EXPRESI.co, KUTAI TIMUR – Dengan total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang melonjak hingga Rp14 triliun pada 2024, rendahnya serapan anggaran menjadi perhatian serius DPRD Kutai Timur. Hingga menjelang akhir tahun, serapan baru mencapai 29,47 persen, jauh dari target yang diharapkan. Situasi ini diungkapkan oleh Sekretaris Komisi B DPRD Kutai Timur, Leny Susilawati Anggraini, yang menyoroti tantangan besar dalam pelaksanaan program pembangunan.

“Kami sangat menyayangkan kondisi ini. Terus terang, ini bukan hal yang mudah disampaikan, tetapi sebagai anggota DPRD, ini menjadi tanggung jawab kami untuk mengawasi penggunaan anggaran dengan optimal,” ujar Leny baru-baru ini.

Tahun 2024 menjadi istimewa bagi Kutai Timur karena APBD-nya mengalami peningkatan signifikan dari Rp9,1 triliun menjadi Rp14 triliun. Lonjakan ini dipicu oleh beberapa kebijakan pusat, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang perpajakan di sektor batu bara dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2023 yang menambah Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor kelapa sawit. Untuk pertama kalinya, Kutai Timur menerima DBH kelapa sawit, memberikan kontribusi besar terhadap total anggaran.

Selain itu, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) tahun 2023 sebesar Rp1,7 triliun turut memperkuat keuangan daerah. Namun, besarnya anggaran ini belum diimbangi dengan kemampuan eksekusi yang optimal, terutama pada proyek-proyek fisik dan program infrastruktur yang krusial bagi masyarakat.

“Kalau penyerapan 100 persen rasanya sulit, namun angka yang sekarang ini terlalu rendah. Kita harus melihat lagi sejauh mana dinas-dinas sudah melaksanakan program-program mereka,” tegas Leny.

Leny menekankan bahwa perlu evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan anggaran. DPRD berkomitmen untuk terus mengawasi program yang direncanakan oleh dinas-dinas terkait. Ia berharap agar tantangan serapan anggaran ini bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah daerah untuk lebih strategis dalam merencanakan dan melaksanakan program di tahun mendatang.

Dengan peningkatan anggaran yang luar biasa, Leny mengingatkan bahwa tanggung jawab pemerintah daerah juga semakin besar. Serapan anggaran yang rendah tidak hanya mencerminkan lemahnya pelaksanaan program, tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat yang sangat membutuhkan manfaat dari pembangunan yang telah direncanakan. (adv)