EXPRESI.co, SAMARINDA – Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Damayanti, menyatakan bahwa meluasnya banjir di berbagai wilayah Kaltim bukan semata-mata disebabkan oleh curah hujan ekstrem. Menurutnya, akar persoalan justru terletak pada lemahnya pengawasan terhadap tata ruang dan perizinan pembangunan yang kerap mengorbankan kawasan resapan air.

“Dulu perumahan WIKA itu aman-aman saja, sekarang jadi langganan banjir. Kenapa? Karena kawasan perbukitan yang dulunya jadi resapan air, sekarang berubah jadi perumahan,” kata Damayanti.

Ketua Fraksi PKB ini menegaskan bahwa banjir kini mulai menjangkiti titik-titik baru yang sebelumnya tidak terdampak, sebagai indikasi dari tidak adanya kontrol serius terhadap dampak lingkungan dalam proses pembangunan.

Ia menyebut alih fungsi kawasan hijau dan perbukitan menjadi area permukiman berlangsung tanpa memperhitungkan daya serap tanah yang hilang, sehingga memperparah risiko banjir.

“Alih fungsi lahan tanpa kontrol mempercepat kerusakan lingkungan. Kita tidak menolak pembangunan, tapi harus ada keseimbangan dengan keberlanjutan lingkungan,” tegasnya.

Damayanti meminta pemerintah daerah untuk meninjau ulang kebijakan perizinan, terutama di kawasan yang secara ekologis penting. Ia juga menyoroti masih lemahnya implementasi kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dalam setiap proyek pembangunan.

“Kalau dibiarkan, banjir akan jadi bencana permanen. Bukan hanya merugikan warga, tapi juga membebani APBD untuk penanganan darurat setiap tahun,” ujarnya.

Ia mendorong kolaborasi lintas sektor antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan lembaga pengawas lingkungan untuk melakukan audit tata ruang secara menyeluruh.

“Kalau tata ruangnya longgar dan perizinan gampang, jangan heran banjir jadi langganan,” tutup Damayanti. (Adv/DPRD Kaltim/IA)