EXPRESI.co, BONTANG – Gas elpiji 3 Kilogram akhir-akhir ini mengalami kelangkaan. Masyarakat kesusahan mencari gas elpiji subsidi itu. Sebabnya, aturan baru pemerintah yang diterapkan untuk menekan harga yang membumbung tinggi.
Salah satu warga di Kota Bontang, Nurma mengatakan untuk mendapatkan gas elpiji dirinya harus relah mengantri dari jam 6 pagi. Bahkan dia mengaku harus antri hingga tiga kali sebab antrian pertama dan kedua dirinya kehabisan stok.
“Ini ketiga kalinya, sebelumnya belum dapat. Untungnya sudah disiapkan dua tabung, jadi masih bisa masak,” ujarnya dengan raut wajah kecewa.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahil Lahadalia pun turun ke sejumlah daerah untuk memastikan harga jual elpiji sesuai dengan kebijakan pemerintah. Dalam kunjungannya, Bahlil menejelaskan mekanisme harga elpiji 3 kilogram untuk mencegah lonjakan harga di pasaran.
Bahlil juga menemukan harga jual elpiji di pangkalan sebesar Rp 18.000 per tabung. ” Saya lihat harga di pangkalan Rp 18.000 dan itu rakyat beli. Ini yang diinginkan pemerintah. Harga untuk maysarakat harus di bawah Rp 20.000,” ujar Bahlil kepada wartawan usai kunjungan.
Namun Bahlil menemukan fakta yang berbeda saat mengecek di pengecer warung, harga jual gas elpiji 3 kilogram justru lebih tinggi, yakni Rp 22.000 per tabung. Pengecer mengaku memdapatkan gas dari pangkalan dengan harga Rp 20.000 per tabung.
Bahlil menyebut praktik seperti ini harus ditertibkan karena tidak sesuai dengan aturan. ” Ada pengecer yang jula Rp 22.000, ini yang tidak boleh. Kita akan menata pangkalan yang bermain seperti ini,” tegas Bahlil.
Dia pun menjelaskan skema harga yang harusnya diterapkan. Agen memperoleh gas dari Pertamina Patraniaga dengan harga Rp 12.750, kemudan menjual ke pangkalan dengan harga Rp 15.000, dan pangkal menjual ke masyarakat dengan harga Rp 18.000. Bahlil mengatakan, rantai distribusi sesuai aturan sangat jelas. Selain melakukan penataan harga jual elpiji 3 kilogram, pemerintah juga akan membentuk badan khusus untuk melakukan pengawasan serta penertiban.
“Tidak boleh ada permainan harga di tengahnya, apalagi merugikan rakyat. Saya tidak rela masyarakat harus beli Rp 22.000. Jika ada pangkalan yang melanggar, kami cabut izin pangkalannya,” tegas Bahlil. (Fn/*)
Tinggalkan Balasan