EXPRESI.co, SAMARINDA – Antrean panjang Gas LPG 3 kg yang menjadi pemandangan sehari-hari di Kota Samarinda masih menjadi masalah klasik yang tak kunjung selesai. Kelangkaan gas dan distribusi yang tidak tepat sasaran sering memicu desak-desakan, menambah keresahan warga.

Anggota Komisi II DPRD Samarinda, Viktor Yuan, mengungkapkan bahwa masalah utama terletak pada celah distribusi antara pangkalan dan pengecer, yang menyebabkan ketidakteraturan dalam penyediaan gas bersubsidi ini.

“Distribusi gas elpiji jelas tidak tepat sasaran karena ada celah antara pangkalan dan pengecer. Jumlah pangkalan yang terbatas membuat antrean tidak merata, ditambah banyak masyarakat yang tidak mengetahui lokasi pangkalan,” ujarnya.

Viktor, yang akrab disapa demikian, menawarkan solusi dengan mengusulkan agar distribusi LPG bersubsidi dilakukan langsung melalui Badan Usaha Milik RT (BUM-RT). Menurutnya, sistem ini lebih efektif karena ketua RT memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai warganya yang berhak mendapatkan elpiji subsidi.

“Pangkalan bisa langsung mendistribusikan ke BUM-RT dengan pengaturan HET yang disesuaikan, karena ada biaya distribusi dan keuntungan bagi RT. Selama ini, masyarakat bahkan membeli dengan harga lebih dari dua kali lipat HET,” terang Viktor.

Skema distribusi ini diharapkan dapat menutup celah bagi oknum-oknum yang selama ini memainkan harga di pasar. Viktor juga mencatat adanya dugaan bahwa LPG 3 kg dibeli dari pangkalan oleh pihak tertentu, lalu dijual ke pengecer dengan harga yang jauh lebih tinggi.

“Jika warga miskin dan UMKM bisa mendapatkan gas langsung melalui BUM-RT, maka pangkalan yang ingin menjual ke pengecer silakan saja. Dengan cara ini, kita menutup celah bagi supplier ilegal maupun orang mampu yang mengambil hak warga miskin dan UMKM,” lanjutnya.

Viktor menegaskan pentingnya peran ketua RT dalam mendata warga agar subsidi gas dapat benar-benar tepat sasaran. Ia juga berharap adanya koordinasi dengan Pertamina untuk memberikan edukasi serta pembinaan kepada BUM-RT dalam menjalankan distribusi gas bersubsidi.

“Jika pusat ingin membentuk sub-pangkalan, sebaiknya diarahkan ke BUM-RT. Tapi HET-nya juga harus ditetapkan secara wajar. Jangan hanya untung Rp 2.500, karena itu tidak cukup untuk operasional. Kalau terlalu kecil, mereka bisa saja memilih menjual ke pengecer,” jelasnya.

Menjelang bulan Ramadan, Viktor mendesak agar kebijakan ini segera dilaksanakan, mengingat potensi kelangkaan LPG bisa kembali terjadi jika tidak ada langkah konkret dari pihak terkait.

“Jangan hanya dibahas, tapi harus segera dilaksanakan. Jika tidak, masalah ini akan terus berulang, terutama menjelang hari-hari besar keagamaan,” tegasnya.

Sebagai informasi, harga jual LPG 3 kg dari Pertamina untuk Kota Samarinda ditetapkan sebesar Rp 12.750. Namun, dengan tambahan ongkos angkut dan margin sub penyalur, harga eceran tertinggi (HET) di pangkalan menjadi Rp 18.000 per tabung.

DPRD Samarinda berharap dengan implementasi distribusi berbasis BUM-RT, akses masyarakat terhadap elpiji bersubsidi akan lebih merata dan harga tetap terjangkau bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. (IA/Adv)