EXPRESI.co, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi Bahan Bakar Minyak (BBM) oplosan Pertamina yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun. Para tersangka terdiri dari enam pejabat PT Pertamina Patra Niaga dan tiga pihak swasta yang diduga terlibat dalam praktik ilegal ini.
Dua Nama Baru Terseret
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, mengungkapkan dua tersangka baru dalam kasus ini, yaitu Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne, VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.
Peran Para Tersangka
Masing-masing tersangka memiliki peran berbeda dalam skandal megakorupsi ini:
- Riva Siahaan (Direktur Pertamina Patra Niaga) – Mengimpor BBM dengan kadar RON 90 (setara Pertalite), tetapi dalam dokumen tercatat sebagai pembelian Pertamax (RON 92).
- Sani Dinar Saifuddin (Direktur Optimasi Feedstock dan Produk) – Menyetujui permintaan impor minyak mentah yang bermasalah.
- Direktur PT Pertamina International Shipping – Memanipulasi harga kontrak pengiriman (mark up) untuk keuntungan pribadi.
- Agung Purwono (VP Feedstock Manajemen Kilang Pertamina Internasional) – Menjalin komunikasi dengan broker minyak mentah untuk mendapatkan keuntungan ilegal.
- Maya Kusmaya & Edward Corne – Membeli BBM jenis RON 90 atau lebih rendah dengan harga setara RON 92, menyebabkan kerugian negara yang besar.
Pihak Swasta Terlibat
Selain pejabat Pertamina, tiga pihak swasta juga diduga berperan dalam praktik korupsi ini:
- Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & PT Jenggala Maritim) – Bertindak sebagai broker minyak mentah dan mengatur kesepakatan harga tertinggi.
- Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur PT Orbit Terminal Merak) – Mengatur manipulasi harga dalam impor minyak mentah.
- M Kerry Adrianto Riza (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa) – Mendapat keuntungan besar dari skema ilegal ini.
Modus Kejahatan: Dari Ekspor Ilegal hingga Manipulasi Impor
Kerugian negara dalam kasus ini berasal dari berbagai modus kejahatan, termasuk:
- Ekspor minyak mentah ilegal yang merugikan negara sekitar Rp35 triliun.
- Impor minyak mentah melalui broker, menyebabkan kerugian Rp2,7 triliun.
- Manipulasi impor BBM, yang mengakibatkan kerugian Rp9 triliun.
- Pemberian kompensasi energi pada 2023 sebesar Rp126 triliun.
- Subsidi BBM yang merugikan negara Rp21 triliun.
Kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia. Kejagung terus melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap aktor lain yang terlibat dan memastikan para pelaku mendapatkan hukuman setimpal. (*)

Tinggalkan Balasan