EXPRESI.co, BONTANG – Meningkatnya kasus kematian akibat demam berdarah dangue (DBD) di Indonesia menjadi ancaman bagi setiap warga.

Diketahui, belum lama ini Wolbachia menjadi solusi yang digalakkan untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, sebagaimana yang diberitakan sebelumnya bahwa solusi ini mendapat pro dan kontra dalam masyarakat.

Pro kontra itu juga terjadi di Kota Bontang, sebagai daerah yang dipilih menjadi pilot project mewakili Kalimantan Timur.

Meski begitu, Penanggung Jawab Program DBD Puskesmas Bontang Barat Nidya Febriana mengaku bahwa berdasarkan hasil monitoring labolatorium yang ada di Yogyakarta, keberhasilan wolbachia di Bontang Barat sudah mengalami progres yang cukup tinggi.

“Jadi berdasarkan hasil lab nyamuk yang sudah kami tangkap, hasilnya sudah cukup tinggi mencapai 45 persen,” ungkapnya saat ditemui, Senin (27/5) kemarin.

Menurutnya, hasil tersebut juga dipicu oleh semangat sosialisasi yang dilakukan pihak puskesmas untuk meyakinkan warga terkait manfaat wolbachia.

“Kalau kami memang sedikit memaksa, kalau ada warga yang menolak akan kami kejar, nolaknya kenapa lalu kita kasih pengertian bahwa wolbachia memang harus dilakukan karena DBD di Bontang Barat itu tinggi,” ujarnya.

Dia juga menyayangkan tindakan warga di beberapa kelurahan lain yang menolak program tersebut dengan menumpahkan ember wolbachia.

“Jadi di beberapa tempat ada yang seperti itu, kami pikir yang banyak masalah ada di Bontang Barat tapi ternyata di daerah yang kami anggap lebih dulu menjalankan program ini lebih parah,” ungkap dia.

“Kalau di wilayah kami ada juga penolakan, misalnya di Belimbing tapi kita berikan pengertian lagi nah kalau benar-benar tidak mau, kita akan cari tempat lain. Seperti fasilitas umum kayak masjid atau poskamling itu kita banyakin embernya,” sebutnya.

Lebih lanjut Nidya mengungkapkan bahwa di awal launching program tersebut sempat mendapat penolakan keras dari warga.

Hal itu karena belum lama setelah wolbachia di luncurkan, terdapat pula peningkatan kasus DBD bahkan kematian di Kelurahan Gunung Telihan.

“Jadi setelah ada kasus kematian salah satu anak dari tokoh agama akibat DBD, kurang lebih ada 11 kasus setelahnya yang berturut-turut, tapi kalau dirinci semua itu sebenarnya terkenanya di sekolah, karena mereka semua masih di usia sekolah,” beber Nidya.

“Tapi mereka menganggap itu gara-gara wolbachia, jadi memang apesnya habis kita titip langsung ada kasus yang digotong royong begitu. Jadi yang awalnya kita sebar 70 ember diminta warga untuk ditarik semua, hingga kita buat penyuluhan kembali bersama Dinas Kesehatan ,” imbuhnya.

Terakhir, Nidya juga mengungkapkan kinerja kader yang turut membantu program tersebut hingga bisa menghasilkan progres 45 persen hasil moniotor lab.

Nidya menyebut ada 21 kader yang ada di Bontang Barat, “Kinerja mereka sangat berpengaruh ya, semakin mereka disiplin ganti embernya per dua minggu itu pasti cepat progresnya menjadi nyamuk,” tandas Nidya. (An/Adv)