EXPRESI.co, SAMARINDA – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda resmi melarang pelajar SMP dan SMA membawa kendaraan pribadi ke sekolah. Kebijakan ini tidak hanya bertujuan menegakkan aturan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tetapi juga untuk mengurangi angka kecelakaan yang melibatkan pelajar.
Mendukung kebijakan tersebut, Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar, mengusulkan pengadaan bus sekolah sebagai solusi alternatif transportasi bagi pelajar. Menurutnya, fasilitas transportasi yang aman dan nyaman sangat dibutuhkan untuk menunjang mobilitas siswa.
Melalui Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD), Deni menegaskan bahwa kebijakan ini selaras dengan Permendagri Nomor 15 Tahun 2024, yang mengamanatkan pemerintah daerah menyediakan angkutan umum, termasuk bus sekolah.
“Namun, pengadaan ini tentu harus mempertimbangkan kondisi jalan dan keuangan daerah. Kami di legislatif berharap program ini bisa segera direalisasikan di setiap daerah pemilihan (dapil), mengingat angkutan umum di Samarinda masih minim peremajaan,” ujarnya.
Deni mengusulkan peningkatan kapasitas angkutan umum dengan bus berkapasitas 20 hingga 45 penumpang, sesuai kebutuhan. Selain itu, ia mendorong Pemkot Samarinda untuk menerapkan skema buy the service dalam pengelolaan transportasi publik. Skema ini memungkinkan pemerintah bekerja sama dengan operator transportasi, di mana pemerintah hanya membayar biaya layanan yang diberikan, sementara pengelolaan dan pemeliharaan dilakukan oleh operator.
“Kami telah melakukan studi banding ke Batam, yang sukses mengelola transportasi publik sejak 2004 dengan dukungan hibah pemerintah pusat, lalu beralih ke skema buy the service sejak 2016. Kami berharap Samarinda bisa mengikuti jejak Batam dalam menghadirkan transportasi publik yang efektif dan efisien,” kata Deni.
Lebih lanjut, ia mengusulkan agar bus sekolah beroperasi di empat koridor utama, menghubungkan wilayah padat penduduk seperti Sungai Kunjang, Samarinda Utara, dan Palaran. Dengan adanya layanan ini, kemacetan di jam sibuk—saat siswa berangkat dan pulang sekolah—dapat berkurang.
Deni juga menyoroti efisiensi biaya operasional. Dengan tarif sekitar Rp5.000 per penumpang, skema buy the service dinilai lebih terjangkau dibandingkan dengan biaya BBM yang terus naik. Jika pemerintah memberikan subsidi, maka masyarakat akan semakin terbantu dengan adanya transportasi publik yang murah dan nyaman.
“Kami berharap Pemkot Samarinda dan Dinas Perhubungan (Dishub) dapat merencanakan pengadaan transportasi ini dengan matang agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat luas,” pungkasnya. (IA/Adv)

Tinggalkan Balasan