EXPRESI.co, SAMARINDA – Biaya wisuda yang digelar di hotel berbintang menjadi keluhan bagi sebagian orang tua murid, yang merasa terbebani dengan biaya yang diminta untuk acara kelulusan tersebut. Meskipun tidak diwajibkan oleh pihak sekolah, banyak orang tua yang merasa kesulitan dengan biaya tersebut.
Bendahara Komite Sekolah SMA Negeri 16 Samarinda, Pron Susanto, menegaskan bahwa sekolah hanya memfasilitasi keinginan siswa yang ingin mengadakan perpisahan di tempat tertentu. “Sekolah tidak pernah mewajibkan pungutan ini. Kami hanya membantu menyediakan fasilitas bagi siswa yang ingin mengadakan wisuda di hotel. Tidak ada paksaan dari pihak sekolah,” ujarnya.
Pron juga menyebutkan bahwa siswa dari keluarga kurang mampu seringkali dibantu oleh teman-teman mereka melalui sistem patungan agar bisa ikut serta dalam acara tersebut.
Terkait hal ini, Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menyoroti pentingnya koordinasi yang lebih baik antara sekolah, guru, orang tua, dan siswa. Menurut Novan, komunikasi yang jelas dan transparan harus menjadi prioritas agar tidak ada kesalahpahaman atau ketimpangan informasi antara pihak sekolah dan orang tua murid.
“Edukasi harus dilakukan secara menyeluruh. Semua pihak, baik guru, sekolah, maupun orang tua, harus mempertimbangkan dampak dari setiap kebijakan yang diambil. Jangan hanya berpatokan pada kesepakatan tanpa melihat lebih jauh dampaknya,” jelas Novan.
Novan juga mengkhawatirkan dampak psikologis yang mungkin dirasakan oleh siswa dari keluarga kurang mampu. Kebijakan yang tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi siswa bisa menyebabkan perasaan terpinggirkan bagi mereka yang tidak dapat membayar iuran. “Coba bayangkan bagaimana perasaan anak-anak yang orang tuanya tidak mampu membayar biaya wisuda dan akhirnya tidak bisa ikut? Ini perlu menjadi perhatian serius,” tambahnya.
Sebagai solusi, Novan mendorong agar kebijakan terkait wisuda di sekolah dilakukan dengan koordinasi yang lebih baik antara pihak sekolah, orang tua, dan siswa. Ia juga mengingatkan agar tidak ada perbedaan perlakuan yang bisa berujung pada perundungan (bullying) terhadap siswa dari keluarga kurang mampu.
“Semua anak berhak merasakan momen kelulusan dengan nyaman tanpa ada perbedaan yang membedakan status sosial mereka,” tandasnya.
(IA/Adv)

Tinggalkan Balasan