EXPRESI.co, BONTANG – Penutupan Universitas Trunajaya (Unijaya) di Bontang meninggalkan persoalan serius. Selain mahasiswa yang terkatung-katung karena ijazah tak kunjung keluar, lima mantan dosen kampus tersebut kini kembali menempuh jalur hukum. Mereka menuntut hak yang belum dibayarkan oleh pihak yayasan.
Kelima mantan dosen itu adalah Bilher Hutahaean, Raidon Hutahaean, Martopan Abdullah, Bachnur Effendi, dan Rosianton Herlambang. Semuanya pernah menjabat posisi penting dalam struktur kampus Unijaya. Kini mereka menunjuk Dortaty Simanjuntak sebagai kuasa hukum untuk melanjutkan perjuangan lewat kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Gugatan Dosen Ditolak PHI, Lanjut ke Kasasi
Proses hukum sebelumnya telah ditempuh melalui berbagai jalur, dari bipartit dan tripartit yang difasilitasi Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), hingga ke Pengadilan Negeri Bontang. Namun saat memasuki Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Samarinda, gugatan mereka dinyatakan tidak bisa dilanjutkan karena status dosen dianggap bukan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“PHI menyatakan tidak berwenang mengadili perkara ini. Padahal yang kami gugat adalah hak normatif seperti gaji dan tunjangan yang belum dibayarkan,” jelas Dortaty dalam konferensi pers, Rabu (25/6/2025) kemarin.
Kini, berkas kasasi telah dikirim ke Mahkamah Agung sejak 8 Februari 2025. Namun, proses belum berjalan karena nomor registrasi perkara dari MA masih menunggu diterbitkan.
Bukti Kuat dan Keyakinan Menang
Tim kuasa hukum melampirkan 35 dokumen bukti, termasuk notulen rapat, anjuran Disnaker, dan dokumen personal dari para dosen. Dortaty yakin, bukti-bukti tersebut cukup kuat untuk memperjuangkan hak-hak mantan dosen di tingkat kasasi.
Menurutnya, meski PHI menolak perkara dengan alasan formal, dosen tetap memiliki unsur hubungan kerja karena menerima gaji dan berada dalam struktur organisasi yayasan. Dasar hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Kami tetap optimistis Mahkamah Agung akan menerima dan mengabulkan kasasi ini,” tambahnya.
Mahasiswa Juga Dirugikan, Diduga Ada Pungli
Tak hanya dosen, mahasiswa juga menjadi korban. Bilher Hutahaean mengungkap adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan yayasan. Sejumlah mahasiswa diminta membayar untuk ujian, yudisium, dan wisuda, namun diminta lagi dengan alasan serupa.
“Ada yang sampai tiga kali membayar untuk satu proses. Tapi setelah itu, tetap tidak ada kejelasan,” ungkap Bilher.
Laporan sempat diajukan ke Polres Bontang, namun ditolak karena yayasan dianggap bukan lembaga pemerintah. Namun menurut para mantan dosen, kasus ini masih bisa masuk dalam ranah penipuan karena ada unsur kerugian dan ketidakjelasan.
Kelima dosen mengaku sudah mencoba mendorong mahasiswa untuk melapor, namun banyak yang enggan karena takut atau tidak memahami proses hukum.
“Perjuangan kami bukan cuma untuk hak pribadi, tapi juga untuk mahasiswa. Karena faktanya, kampus tutup, ijazah tidak keluar, dan masa depan mahasiswa jadi korban,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan