EXPRESI.co, BONTANG – Sorotan tak hanya tertuju pada hiruk-pikuk siswa baru yang memadati halaman SMP Negeri 5 Bontang di hari pertama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Di antara 213 peserta didik baru yang memulai tahun ajaran 2025/2026, tiga siswa berkebutuhan khusus hadir dengan semangat yang tak kalah membara.
Meski memiliki keterbatasan dalam daya tangkap, mereka mengikuti setiap rangkaian kegiatan dengan antusiasme penuh.
“Kami bantu pelan-pelan agar mereka tetap bisa mengikuti. Yang terpenting mereka merasa diterima,” kata Ketua Panitia MPLS, Oktaviana Pane, saat ditemui di sela kegiatan, Rabu, 16 Juli 2025.
Kehadiran siswa inklusi ini bukan sekadar pelengkap kebijakan pendidikan. Mereka adalah bagian utuh dari komunitas belajar, dan itulah yang coba dibuktikan sekolah lewat pendekatan yang setara dan humanis.
Ketiganya difasilitasi secara khusus namun tetap dilibatkan dalam seluruh aktivitas bersama siswa reguler. Mereka menyanyi, bermain, mengenal guru, hingga mengikuti tur keliling sekolah, semuanya dalam satu barisan.
“Dari awal kami satukan mereka dengan peserta lain. Tujuannya membangun rasa kebersamaan. Biar tumbuh rasa saling kenal dan empati,” kata Oktaviana.
Langkah inklusif ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah Kota Bontang, melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, yang mendorong setiap satuan pendidikan negeri, mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah pertama untuk menjadi sekolah inklusi. Kuota minimal lima persen dari jumlah siswa baru disediakan untuk peserta didik dengan kebutuhan khusus.
Tak hanya soal angka, tetapi juga pendekatan. Konsep MPLS tahun ini dirancang ramah tanpa kekerasan, diskriminasi, apalagi perundungan. Tujuannya satu: menciptakan ruang belajar yang aman dan nyaman untuk semua, termasuk mereka yang berbeda.
Di SMPN 5 Bontang, cita-cita itu mulai diterjemahkan dari langkah paling dasar. Interaksi dibangun. Pemahaman ditumbuhkan. Dukungan diberikan tanpa labelisasi berlebihan. Ketiganya bukan hanya hadir, tapi juga aktif dan terlibat.
Langkah kecil itu bisa jadi lompatan besar dalam membangun sekolah yang bukan sekadar tempat belajar, melainkan ruang tumbuh yang adil dan setara. Bahwa anak-anak dengan kebutuhan khusus tak hanya diterima, tapi juga diberdayakan. (*/Fn)

Tinggalkan Balasan