EXPRESI.co, BONTANG — Kepala UPT Puskesmas Bontang Utara I (BU 1) dr I Wayan Santika bersama timnya melakukan peninjauan langsung kondisi Drumpikon (drum pipa konstentrasi) atau septic tank yang menggunakan drum di Tanjung Limau, Sabtu (4/5/2024).

Dikemukakannya, Drumpikon ini merupakan inisiasi BU 1 sejak akhir 2022. Inovasi ini kata dia, bagian dari Program Teknologi Tepat Guna (TTG) dalam rangka Open Defecation Free (ODF) atau Stop BAB Sembarangan (SBS).

Ditambahkan I Wayan, inovasi ini diusung lantaran angka warga Bontang yang buang air besar (BAB) langsung ke laut nyatanya tidak sedikit. Padahal menurutnya, jenis jamban cemplung seperti itu tidak sehat dan mencemari lingkungan yang bisa juga berdampak pada peningkatan angka stunting.

“Program ini mendukung Pola Hidup Bersih dan Sehat atau (PHBS) yang jelas mendukung terealisasinya kota sehat dan bisa menekan kasus stunting,” kata I Wayan kepada expresi.co saat mengunjungi pemukiman warga Burung Elai yang menggunakan Drumpikon.

Lebih lanjut, ia juga mengungkapkan di beberapa daerah pesisir seperti Bontang Kuala awalnya sudah dipasang instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Komunal. “Cuman sudah banyak yang rusak sementara biaya perbaikannya juga mahal,” ungkapnya.

Lantaran itu, inovasi berupa Drumpikon dihadirkan. Inovasi ini kata dia lahir dari pemikiran salah satu anggota di bidang kesehatan Lingkungan Puskesmas BU 1, Joko Sugianto.

“Nah akhirnya mas Joko yang merupakan ketua HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) berinisiasi kembangan jamban pesisir ini,” ujarnya

“Untuk inspirasinya sendiri itu ada namanya Tripikon S, tapi kita kembangkan lebih bagus jadi Drumpikon sama mas Joko,” tambah I Wayan.

Saat ini, kata I Wayan, Inovasi tersebut telah menjadi solusi masalah pembuangan air di kota, khususnya yang ada di Tanjung Limau. “Jadi harapannya masyarakat tuh bisa menerapkan hidup sehat, jadi setiap rumah (di pesisir) memasang drumpikon.”

“Hingga saat ini sudah setahun lebih sudah ada 33 yang sudah kita buat untuk wilayah Puskesmas BU 1. Ini semua kita lakukan untuk masyarakat bisa menjadi sehat dan lingkungan jadi bersih,” pungkasnya.

Lebih lanjut, di lokasi pemasangan Drumpikon, tampak warga mengeluhkan bau tidak sedap yang keluar dari saptic tank itu. “Iyaa ini baunya tidak sedap. Apalagi kalau subuh bau sekali. Kami rencana sampaikan ke kelurahan,” tutur Haslinda, salah satu warga Tanjung Limau.

Menanggapi itu, inisiator Drumpikon Joko Sugianto, selaku penggiat kesehatan lingkungan mengatakan alasan bau tidak sedap itu muncul.

“Nahh beberapa drumpikon yang dipasang itu rendah. Karena rendah bisa dimasuki air laut. Kalau air laut masuk, bakterinya mati. Itu sebabnya kenapa bau,” ucapnya.

“Di beberapa rumah tidak begitu. Nanti kita segera menyelesaikannya. Kita akan diskusi kembali dan lakukan perbaikan agar keluhan warga teratasi,” sambungnya.

Lebih jauh Joko menyebut untuk Tanjung Limau sendiri sebelum menggunakan inovasi ini, penduduk area tersebut menggunakan Biofill.

“Nah yang di sana itu biofill, udah pecah itu padahal biayanya mahal di kisaran 20 hingga 100 juta, sementara yang drumpikon itu hanya 1,6 juta sudah termasuk biaya pasang,” jelasnya.

Tak hanya itu, joko juga membantu warga terkait perawatan drompikon itu, “Cukup sederhana dengan menggunakan molase, kemudian dengan air cucian beras, dan jangan cebok pakai air asin,” tandasnya.(c/adv)