EXPRESI.co, SAMARINDA — Deretan truk tambang bermuatan berat yang terus melintas di jalan umum wilayah Kalimantan Timur kembali menuai kemarahan. Selain merusak badan jalan, kendaraan tersebut dinilai membahayakan keselamatan warga. Kondisi ini memicu respons keras dari Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Guntur, yang menyebut praktik tersebut sebagai bentuk arogansi korporasi.
“Sudah cukup rakyat menjadi korban. Truk-truk tambang ini tak hanya merusak jalan, tapi merusak rasa keadilan. Negara tak boleh kalah oleh perusahaan yang semena-mena,” tegas Guntur.
Guntur menyoroti bahwa penggunaan jalan umum oleh kendaraan hauling bertentangan dengan regulasi. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang secara tegas mewajibkan perusahaan tambang membangun jalur hauling sendiri, bukan memakai fasilitas publik.
“Yang di atas kertas ada, tapi di lapangan nihil. Ini pembiaran yang disengaja. Kalau dibiarkan terus, publik akan menganggap negara tunduk pada kekuatan modal,” ujarnya.
Beberapa wilayah seperti Kutai Timur, Berau, dan Kutai Kartanegara disebutnya sebagai daerah paling terdampak, di mana truk tambang masih lalu-lalang tanpa pengawasan yang berarti. Guntur menilai lemahnya pengawasan di lapangan menjadi celah utama yang dimanfaatkan oleh perusahaan tambang.
Ia juga mendesak agar pemerintah tidak hanya memberikan peringatan, tapi bertindak lebih tegas. Penindakan administratif hingga pencabutan izin operasional harus menjadi opsi jika pelanggaran terus terjadi.
“Kalau ada pelanggaran, hentikan izinnya. Jangan hanya tegur. Jalan publik bukan milik perusahaan,” ucapnya.
Koordinasi lintas lembaga menurutnya sangat krusial, mulai dari Dinas Perhubungan, Dinas ESDM, hingga aparat kepolisian. Pengawasan tak boleh hanya sebatas laporan tertulis, tapi perlu ditindaklanjuti dengan inspeksi langsung di lapangan.
Guntur mengapresiasi sikap tegas Gubernur Kaltim yang menyuarakan penolakan terhadap penggunaan jalan umum untuk hauling. Namun ia mengingatkan, keberanian bersuara harus diikuti dengan tindakan konkret dari seluruh jajaran organisasi perangkat daerah (OPD).
“Kita butuh aksi, bukan hanya reaksi. Kalau gubernur sudah bersuara, maka OPD di bawahnya harus bergerak. Kalau tidak, artinya hanya omong kosong,” tandasnya.
Lebih jauh, Guntur menekankan bahwa kerusakan jalan akibat aktivitas tambang bukan hanya persoalan teknis, melainkan menyangkut esensi keadilan sosial dan keberpihakan negara.
“Ini bukan sekadar jalan rusak. Ini tentang bagaimana negara hadir atau tidak untuk rakyatnya,” pungkasnya. (Adv/DPRD Kaltim/IA)

Tinggalkan Balasan