EXPRESI.co, KUTAI TIMUR – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim) menggelar Rapat Paripurna ke-LIII masa persidangan ke-III tahun sidang 2024–2025, yang membahas penyampaian nota pengantar pemerintah daerah terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Tahun 2015–2035 dan Raperda tentang Kabupaten Layak Anak (KLA).

‎Rapat yang berlangsung di ruang sidang utama DPRD Kutim pada Rabu, 20 Agustus 2025 tersebut, dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kutim Jimmi,di hadiri 29 anggota Dewan, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Sekretariat Kabupaten Kutai Timur, Zubair, Unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait lembaga masyarakat dan tamu undangan lainnya.

‎Fraksi Demokrat, melalui Sekretarisnya Ahmad Sulaiman, menyambut baik inisiatif pemerintah daerah dalam mengajukan kedua raperda ini. Ahmad Sulaiman menegaskan bahwa revisi RTRW sangat penting dan mendesak,

‎”Penyelarasan ini penting agar pembangunan di Kutai Timur tidak tertinggal,tetapi justru dapat mengambil peluang dari perkembangan kawasan di sekitarnya sehingga Kutai Timur punya potensi menjadi daerah penyangga sekaligus pusat pertumbuhan baru di Kalimantan Timur,” ujar Ahmad.

‎Meski demikian, Fraksi Demokrat juga menyampaikan sejumlah catatan kritis. Mereka menekankan agar revisi RTRW tidak hanya berfokus pada aspek teknis, tetapi juga memperhatikan keadilan sosial, hak masyarakat adat, serta kepentingan masyarakat kecil yang bergantung pada lahan, hutan, dan laut.

‎Fraksi ini menyoroti adanya tumpang tindih antara peruntukan lahan dengan izin pertambangan dan perkebunan sawit. Data menunjukkan, lebih dari 50% wilayah Kutim berada dalam izin konsesi, yang berpotensi mengurangi ruang kelola masyarakat dan mengancam konservasi lingkungan.

‎”Dengan terjadinya tumpang tindih perizinan lahan dan konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Hal ini perlu diantisipasi agar tidak menimbulkan masalah hukum maupun sosial di kemudian hari,” tambah Ahmad

‎Selain itu, Fraksi Demokrat juga menilai perlunya pengendalian ketat terhadap alih fungsi lahan, khususnya di kawasan strategis seperti Sangatta Utara, Bengalon, dan Kaliorang yang mengalami tekanan pembangunan pesat.

‎Mereka menegaskan pentingnya perencanaan ruang yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan, bukan hanya untuk kepentingan jangka pendek.

‎Terkait Raperda Kabupaten Layak Anak (KLA), Fraksi Demokrat mengapresiasi keberhasilan Kutim yang telah beberapa kali meraih predikat KLA dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Menurut mereka, penguatan regulasi melalui perda adalah langkah penting untuk menjamin program perlindungan anak yang berkelanjutan.

‎Dengan data demografi Kutim yang menunjukkan 27,35% penduduknya adalah anak-anak (usia 0-14 tahun), penguatan regulasi ini dianggap sebagai investasi besar.

‎“Jika tidak ada mekanisme pengawasan dan penanganan yang jelas, maka Raperda ini hanya akan menjadi dokumen normatif tanpa implementasi nyata,” tegasnya.

‎Fraksi Demokrat juga menyoroti kendala lain, seperti keterbatasan anggaran, minimnya koordinasi antarinstansi, fasilitas ramah anak yang terbatas, serta perlunya jaminan data yang dapat diterjemahkan menjadi program nyata, khususnya terkait penanganan stunting.

‎Meskipun menyampaikan sejumlah catatan, Fraksi Demokrat pada prinsipnya menerima nota penjelasan bupati terhadap kedua raperda tersebut untuk dibahas lebih lanjut.

‎“Kami berharap pembahasan kedua Raperda ini dapat berjalan transparan, partisipatif, serta menghasilkan regulasi yang kuat dan implementatif, demi mewujudkan Kutai Timur yang maju, ramah lingkungan, dan benar-benar menjadi kabupaten yang layak bagi tumbuh kembang anak,” tutup Ahmad. (Xvr*)