EXPRESI.co, SAMARINDA – Wacana pengurangan impor batu bara oleh dua negara pengimpor utama, yakni China dan India, tengah menjadi perhatian nasional. Meski begitu, Kalimantan Timur (Kaltim) dinilai tidak akan terlalu terdampak langsung oleh perubahan pasar ekspor tersebut.

Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Guntur, mengungkapkan bahwa porsi penerimaan daerah dari hasil ekspor batu bara sejatinya tidak signifikan. Ia menegaskan bahwa daerah tidak secara langsung mengelola atau menikmati keuntungan dari ekspor komoditas tambang ini.

“Ekspor batu bara itu tidak serta-merta memengaruhi keuangan daerah. Kaltim tidak mengelola langsung hasilnya,” jelas Guntur.

Menurutnya, sebagian besar keuntungan hasil ekspor batu bara menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sementara Kaltim hanya memperoleh bagian dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH), yang besarannya juga ditentukan oleh kebijakan nasional.

Dalam hal pendapatan asli daerah (PAD), Guntur menekankan bahwa sektor pertambangan menyumbang melalui jalur lain. Salah satu yang paling konkret adalah dari pemungutan pajak atas alat berat yang digunakan perusahaan tambang.

“Yang benar-benar masuk ke kas daerah ya dari sektor-sektor seperti pajak alat berat. Dan itu yang saat ini sedang kami dorong,” imbuhnya.

Saat ini, Komisi II DPRD Kaltim sedang fokus melakukan pendataan menyeluruh terhadap seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah tersebut. Langkah ini bertujuan untuk memastikan tidak ada potensi pajak daerah yang terlewat atau belum tergarap secara maksimal.

Guntur menggambarkan besarnya potensi yang bisa diraih jika penarikan pajak alat berat dilakukan secara optimal.

“Kalau ada 800 perusahaan dan masing-masing punya lima alat berat saja, bisa dibayangkan berapa potensi yang bisa digarap,” ujarnya.

Sementara itu, kekhawatiran terhadap dampak pengurangan ekspor terhadap sektor ketenagakerjaan belum terlihat secara nyata. Guntur menyatakan bahwa hingga kini belum ada penurunan signifikan terhadap jumlah tenaga kerja yang terlibat di lapangan.

“Belum ada gejala pengurangan tenaga kerja. Tapi kita harus tetap antisipasi, jangan sampai industri goyah dan berdampak ke pekerja,” katanya.

Ia menambahkan bahwa meskipun ekspor mungkin terdampak, kebutuhan dalam negeri masih cukup tinggi. Sektor energi, khususnya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), masih menjadi konsumen utama batu bara di dalam negeri.

“Batu bara masih jadi bahan bakar utama PLTU. Banyak pembangkit yang sudah beralih dari diesel ke batu bara atau bahkan gas dari batu bara,” pungkasnya.

Dengan orientasi pada peningkatan penerimaan dari sektor pajak daerah dan pemanfaatan pasar domestik, Guntur yakin Kaltim dapat menjaga stabilitas keuangan daerah di tengah ketidakpastian global. (Adv/DPRD Kaltim/IA)