EXPRESI.co – Aksi unjuk rasa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Samarinda, Senin, (10/4/2023), berlangsung ricuh.
Aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan Mapolresta Samarinda, Jalan Slamet Riyadi tersebut menuntut aparat kepolisian menindak tambang batubara ilegal di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim).
Dalam aksi tersebut, HMI Cabang Samarinda menyuarakan agar pihak kepolisian menindak pelaku tambang ilegal di Samarinda. HMI menilai selama ini aparat polisi hanya diam saja melihat aktivitas tambang batubara ilegal yang terjadi di sekitar perumahan warga, khususnya di wilayah Samarinda Utara.
Mahasiswa sempat berupaya membakar ban di tengah jalan raya. Namun, ketika petugas kepolisian hendak memadamkan api, mahasiswa menghalang-halangi. Akibatnya, terjadi aksi dorong-mendorong antara aparat kepolisian dan mahasiswa di depan Makopolresta Samarinda.
Kejadian ini membuat kemacetan hingga 3 kilometer karena kendaraan tidak dapat melintas.
Wakapolresta Samarinda AKBP Eko Budianto langsung turun menghalau anggotanya yang mendorong mahasiswa keluar dari badan jalan. Dia juga meminta anggotanya mundur kembali ke Makopolresta Samarinda.
AKBP Eko Budianto juga meminta para mahasiswa membuka jalan agar masyarakat Samarinda bisa melanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing mengingat waktu berbuka puasa sudah dekat.
Humas Aksi HMI Samarinda, Sahrur Ramadana mengatakan aksi tersebut dilakukan agar tambang ilegal yang ada di Samarinda ditutup pengoperasiannya. “Tangkap oknum-oknum yang bermain, bahkan aparat yang bermain di tambang ilegal tersebut,” ujar Sahrul.
Aksi ini, kata Sahrur, dilakukan karena keresahan masyarakat yang mengeluhkan dampak tambang ilegal yang jelas sangat merugikan. “Sebenarnya agak lucu pernyataan dari Andi Harun sendiri karena kita sendiri sebenarnya tambang ini masih bakalan beroperasi sampai 2045, itu pernyataan dari Presiden Jokowi,” tegasnya.
“Kenapa nggak di tahun sekarang aja (2023 ini) kita hentikan tambang ilegal yang ada di Samarinda,” sambungnya.
Namun, lanjut dia, khusus tambang legal yang masih beropasi saat ini, perusahaan tersebut harus membayar pajak dan royalti. “Kalau permasalahan kami untuk tambang legal yang legal itu kami tidak mempermasalahkan selagi itu membayar pajak dan royalti dan mempertimbangkan keadilan sosial keadilan hidup bahkan lingkungan itu sendiri,” pungkasnya.
Sahrul, menyesalkan aksi represif yang dilakukan aparat kepolisian kepada mahasiswa.
“Bahwasanya tambang ilegal yang berada di Muang Dalam itu bisa ditutup operasionalnya sekarang. Itu sudah lama. Yang kami tahu itu operasi Muang Dalam dari tahun 2022. Beroperasi sampai sekarang,” ujar Syahrul. (**)

Tinggalkan Balasan