EXPRESI.co, BONTANG – Banjir bandang melanda Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Bermula dari hujan deras yang melanda kabupaten ini sejak 12 Mei 2021 yang membuat Sungai Kelay dan Sungai Segah meluap.
Akibatnya ratusan rumah warga Kampung Bena Baru, Kecamatan Sambaliung, terendam banjir dan jalan kampung terputus. Banjir ini diperparah karena tanggul tambang batu bara yang jebol pada Minggu (16/5).
Pradarma Rupang Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim mengungkap,” Analisa kami setelah melihat sejumlah foto, citra satelit, dan peta dugaan kami bahwa banjir itu dipicu karena pembukaan kawasan hutan yang merupakan daerah resapan air yang dialihfungsikan menjadi kegiatan pertambangan,” katanya, Rabu (19/5).
Rupang menambahkan setidaknya ada 94 konsesi tambang yang diterbitkan di Kabupaten Berau dan itu skala luas, mencapai sekira 400 ribuan hektare.
Dari total 94 konsesi tambang batubara yakni 93 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 1 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang diterbitkan oleh pemerintah di Kabupaten Berau, ada 20 konsesi tambang batu bara yang berada di sisi Sungai Segah dan Sungai Kelay
“Dari jumlah tersebut, 7 konsesi tambang di antaranya berada di hulu Sungai Kelai,” kata Rupang.
Jatam Kaltim menduga praktek penambangan di hulu Sungai Kelai dan Sungai Segah menjadi biang kerok pemicu banjir yang terjadi beberapa tahun ini di Kabupaten Berau.
“Krisis bencana atau banjir bandang yang terjadi di Berau itu tidak akan selesai karena bagian yang menjadi pokok persoalannya tidak berusaha diperbaiki. Apa bagian yang paling utama? Itu hulu sungai,” kata Rupang.
Padahal, dari total 94 izin tambang di Berau, terdapat 16 perusahaan tambang yang telah melakukan penambangan. Namun daya rusaknya sudah sangat parah.
“Pembukaan tambang itu baru 16, data tahun 2018. Belum semuanya, apalagi ada 94. Baru 16 saja sudah kayak gitu situasinya banjirnya sudah ‘kolosal’. Apalagi jika seluruh izin beroperasi. Berau akan tenggelam,” ujarnya.
Selain itu, kondisi makin parah karena tambang ilegal yang beroperasi di Kabupaten Berau, semua terkonsentrasi di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Tanjung Redeb, Teluk Bayur, dan Kecamatan Gunung Tabur. Sepanjang tahun 2020 hingga 2021, terdapat 11 lokasi tambang ilegal.
Sebagai informasi, hingga tahun 2018, terdapat 123 lubang tambang batu bara di Kabupaten Berau, dan perusahaan dengan jumlah lubang tambang terbanyak adalah PT Berau Coal, yakni sebanyak 45 lubang tambang dengan luas 118.400 hektare.
Tak hanya masalah tambang, pembukaan lahan untuk perkebunan sawit terutama di hulu Sungai Segah juga mengundang bencana lantaran tak ada lagi daerah resapan air. “Catatan dari Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim ada 60 perizinan sawit yang tersebar di Kabupaten Berau,” ujarnya.
Sedimentasi sungai juga menjadi masalah yang makin memperparah kondisi lingkungan di Berau. “Sedimentasi itu belum juga dilakukan semacam pengerukan atau pemulihan. Itu yang kita sebut di Berau itu krisis lingkungannya sangat luar biasa parah,” ujarnya.
Banjir yang terjadi juga makin parah setelah tanggul salah satu tambang batu bara jebol. Tanggul ini hanya berjarak sekitar 400 meter dari Sungai Kelay.
Perusahaan tambang diduga telah melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan atau/Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara yang mensyaratkan batas minimal jarak adalah 500 meter.
Bahkan, menurut Jatam Kaltim sebagian besar konsesi tambang yang diterbitkan pemerintah melanggar Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kaltim No.1 tahun 2016 yang menyatakan jarak minimal tambang dengan pemukiman adalah satu kilometer.
Rupang mengatakan, “Ironisnya pernyataan pemerintah kabupaten terkait krisis banjir ini seakan-akan adalah situasi yang normal yang terjadi setiap tahunnya,” ujarnya.
Untuk itu, Jatam Kaltim mendesak pemerintah untuk melakukan upaya evaluasi, dan pemulihan. Pemerintah mesti melakukan evaluasi dan jangan takut untuk mencabut izin tambang demi keselamatan rakyat.
“Jika ingin mengakhiri krisis banjir bandang seperti yang terjadi beberapa hari ini, seluruh aktivitas pembukaan hutan di hulu sungai itu ditiadakan. Cabut seluruh izin tersebut dan tutup aktivitasnya,” kata Rupang.
Ia melanjutkan, “Pencabutan dan tidak memperpanjang izin harus dilakukan segera. Pemerintah kabupaten bisa meminta kepada pemerintah pusat untuk tidak memperpanjang sejumlah izin dan tidak menerbitkan izin baru,” katanya.
Pencabutan juga perlu dilakukan apabila ada izin yang bermasalah seperti perusahaan tidak menjalankan tanggung jawab reklamasi, pemulihan, atau tumpang tindih dengan hutan negara.
“Segera lakukan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap semua perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Berau,” katanya.
Selama proses audit berlangsung, bekukan seluruh aktivitas tambang. Lakukan langkah penegakan hukum yang tegas dan terbuka atas perusahaan tambang yang bermasalah, dan pulihkan seluruh kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas tambang batu bara di Kabupaten Berau. (*)
Sumber: Pranala.co
Editor: Bagoez Ankara