EXPRESI.co – Masyarakat dari kelas sosial manapun selama nyaris empat bulan terakhir pasti sempat menyadari pemandangan aneh di jaringan minimarket dan toko kelontong Indonesia: sulit menemukan minyak goreng di rak-rak. Kalaupun ada stok, antrean pembeli segera mengular. Bahkan, antrean minyak goreng itu sampai menyebabkan seorang calon pembeli meninggal kelelahan di Samarinda, Kalimantan Timur.
Krisis kelangkaan pasokan minyak goreng mendadak sirna pada 17 Maret 2022, setelah Kementerian Perdagangan mengikuti arahan Presiden Joko Widodo mencabut kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET). Sejak awal tahun, Kemendag sempat mematok harga minyak goreng di level Rp11.500 per liter untuk kemasan curah, Rp13.500 per liter untuk kemasan sederhana, dan Rp14.000 per liter untuk kemasan premium.
Kebijakan itu dianggap banyak pihak, termasuk diakui pemerintah sendiri, tak bertaji menormalisasi pasokan minyak goreng ke berbagai wilayah Tanah Air. Kelangkaan sempat terus terjadi hingga pertengahan Maret 2022.
Tak sampai sehari setelah HET dicabut, yang membuat harga minyak goreng premium dilepas sesuai mekanisme pasar, pasokan mendadak jadi normal. Minyak goreng kembali mudah ditemukan konsumen, tapi harganya terlanjur melambung. Kemasan dua liter ada yang dibanderol nyaris Rp50 ribu, sementara kemasan 1 liter dihargai rata-rata Rp24 ribu di jaringan supermarket besar.
Saat melakukan audiensi dengan warga di Jakarta Timur pada 20 Maret lalu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku turut heran mengapa ketersediaan minyak goreng mendadak normal kembali.
“Saya juga bingung, barang ini dari mana? Tiba-tiba keluar semua,” kata Lutfi seperti dilansir Kontan.
Setelah dicecar banyak pihak, termasuk oleh Komisi VI DPR, Mendag Lutfi berulang kali berjanji mengungkap pemicu kelangkaan minyak goreng sekian bulan terakhir. Dia lantas menyebut bahwa selain akibat aksi penimbunan, pasokan minyak goreng langka dipicu tindakan mafia, secara tidak langsung menuding produsen terlibat dalam manipulasi pasokan.
“Ada tiga target yang ditetapkan hari senin (20/3), minyak curah subsidi dilarikan ke industri menengah ke atas, minyak goreng curah subsidi jadi minyak goreng premium, dan minyak goreng curah subsidi malah dilarikan ke luar negeri. Jadi tiga tiganya ada calon tersangka. Nanti akan dikarungin oleh polisi,” urai mendag.
Klaim bombastis itu disampaikan Lutfi dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI pada 18 Maret 2022. Lutfi sekaligus berjanji bakal mengumumkan nama-nama terduga mafia minyak goreng, setelah memberikan informasi yang ditemukan bawahannya pada aparat hukum.
“Pemerintah tidak pernah mengalah, apalagi kalah dengan mafia. Saya akan pastikan mereka ditangkap dan calon tersangkanya akan diumumkan hari Senin,” tandas Lutfi.
Kepolisian RI, yang terlibat dalam Satgas Pangan, menyatakan siap membantu Kementerian Perdagangan menyidik tudingan pemain besar menahan pasokan minyak goreng demi meraih untung sesaat.
“Terkait dengan informasi yang menyebut adanya mafia minyak goreng, hal ini tentu ditindaklajuti oleh Polri dan saat ini masih di dalami oleh Dirtipideksus Bareskrim Polri,” ujar Juru bicara Mabes Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan.
Awal pekan ini, janji mengungkap nama-nama mafia minyak goreng itu tak dipenuhi mendag. Malah, pada 23 Maret 2022, polisi mengumumkan kesimpulan antiklimaks: tidak ada indikasi keterlibatan mafia yang mengacaukan pasokan minyak goreng secara nasional.
“Sejauh ini belum ditemukan mafia minyak goreng, mafia lebih dikonotasikan sebagain persekongkolan besar, yang masif dan terstruktur dengan melibatkan banyak pihak,” kata Kepala Satgas Pangan Polri Irjen Helmy Santika, seperti dilansir merdeka.com.
Polisi mengakui ditemukan aksi penimbunan minyak goreng di berbagai daerah. Tapi pelakunya skala kecil saja, alias individu yang berniat cari untung dengan cara curang.
“Yang ditemukan di lapangan cukup banyaknya pedagang dadakan, reseller dan pelaku usaha yang tidak mengikuti kebijakan pemerintah. Jadi sementara ini temuan kami lebih personal pelaku usaha, buka mafia minyak goreng,” imbuh Helmy.
Tudingan adanya mafia ini disambut negatif oleh produsen minyak goreng, karena secara tidak langsung merugikan citra mereka. Saat dikonfirmasi CNBC Indonesia, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyayangkan pernyataan Mendag Lutfi soal mafia sekadar memperkeruh suasana. Produsen mengaku sudah mengikuti arahan pemerintah, dengan menggenjot produksi minyak goreng selama kurun Januari-Februari 2022.
“Kita jengkel juga mendengar seolah-olah produsen minyak goreng penyebab semua kemelut ini,” kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga.
Krisis minyak goreng di Indonesia, menurut pengamat industri, awalnya dipicu kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di pasaran dunia sejak akhir 2021, dari US$1.100 per metrik ton, sempat menyentuh US$1.340. Alhasil, produsen minyak goreng, sebagai salah satu produk olahan sawit, ditengarai lebih memilih menjual stok CPO mereka ke mancanegara dibanding ke dalam negeri. Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia, diikuti Malaysia.
Selain itu, program B30 yang dicanangkan pemerintah turut mengurangi ketersediaan CPO secara nasional untuk diolah menjadi minyak goreng. Program B30 adalah program pemerintah yang mewajibkan pencampuran 30 persen diesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar.
Ekonom Universitas Airlangga, Rossanto Dwi Handoyo, menyatakan ada cukup data yang menggambarkan peningkatan pasokan CPO di program B30. “Ada peralihan menuju ke produksi biodiesel,” ujarnya.
Kombinasi kebijakan pemerintah sendiri yang mendorong pasokan jadi timpang untuk minyak goreng, ditambah manuver HET yang dicanangkan Kemendag gagal dengan cepat diikuti produsen, berujung pada merebaknya distributor yang coba mencari untung saat pasokan menurun.
Ditambah dengan fenomena kepanikan konsumen di berbagai daerah, terjadilah tragedi kelangkaan minyak goreng di negara yang kaya sawit ini.
Tinggalkan Balasan