EXPRESI.co, BONTANG – Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa layanan rumah sakit mulai dari dokter umum hingga persalinan. Rencana itu tertuang dalam rancangan perubahan kelimareadyviewedatas Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Sebagai informasi, dalam ayat (3) Pasal 4 UU KUP yang berlaku saat ini, pelayanan kesehatan medis masuk dalam kategori jasa yang tidak dikenakan PPN. Namun dalam draf perubahan jasa rumah pelayanan kesehatan dihapus dari kategori tak kena PPN.

Dengan kata lain, kalau rencana itu gol, jasa layanan medis ke depan akan terkena PPN. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 82/PMK.03/2012, yang termasuk dalam jasa pelayanan kesehatan medis diantaranya jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi. Kemudian, jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, ahli fisioterapi, dan jasa dokter hewan.

Selanjutnya, jasa kebidanan dan dukun bayi, jasa paramedis dan perawat, jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, sanatorium jasa psikologi dan psikiater, hingga jasa pengobatan alternatif.

Selain layanan kesehatan medis, jasa lainnya yang dipungut PPN meliputi pelayanan pendidikan, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, dan jasa asuransi.

Selanjutnya, ada jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, dan jasa tenaga kerja.

Kemudian, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam dan jasa pengiriman uang dengan wesel pos. Sebelumnya, jasa tersebut masuk dalam kategori jasa bebas pungutan PPN.

Sementara itu, kategori jasa bebas PPN dalam RUU KUP, yakni jasa keagamaan, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat parkir, dan jasa boga atau katering.

Secara total, pemerintah mengeluarkan 11 jenis jasa dari kategori bebas PPN. Dengan demikian, hanya tersisa enam jenis jasa bebas PPN dari sebelumnya 17 jenis jasa.

Direktorat Jenderal Pajak melalui pernyataan yang mereka sampaikan akhir pekan kemarin membenarkan pemerintah sedang menyiapkan kerangka kebijakan perpajakan. Salah satunya, menyangkut perubahan pengaturan soal PPN.

Rencana itu muncul sebagai respons atas ekonomi dalam negeri yang tertekan pandemi corona.

Pokok perubahan tersebut antara lain akan berkaitan dengan pengurangan berbagai fasilitas PPN. Perubahan akan dilakukan karena pemerintah menilai selama ini fasilitas PPN tidak tepat sasaran.

Mereka menyatakan ada beberapa poin perubahan yang diusulkan untuk dibahas dengan DPR. Salah satunya, penerapan multitarif PPN.

Dengan kebijakan itu diharapkan, tarif PPN terhadap barang-barang yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah bisa lebih rendah daripada tarif umum.

Sebaliknya, bagi barang tergolong mewah yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas bisa dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi daripada tarif umum

DJP menambahkan rencana ini baru akan dibahas lebih lanjut bersama DPR. Mereka mengklaim pemerintah akan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan agar kebijakan yang dihasilkan lebih baik dan adil. (*)

Editor: Bagoez Ankara