EXPRESI.co, SAMARINDA – Efisiensi anggaran yang digencarkan pemerintah mulai meninggalkan jejak pada sektor pariwisata, terutama industri perhotelan di Kalimantan Timur. Dampaknya tak main-main, pendapatan hotel anjlok, layanan dipangkas, hingga tenaga kerja dirumahkan.

Kondisi itu menjadi sorotan dalam acara Bincang-Bincang Pariwisata I 2025 yang digelar Dinas Pariwisata Kalimantan Timur pada Rabu (4/6/2025), bertempat di 29 Coffee and Eatery, Samarinda. Tema yang diusung, “Pariwisata yang Kuat di Tengah Efisiensi Anggaran: Kolaborasi dan Inovasi”, mencerminkan kegelisahan para pelaku industri sekaligus seruan untuk bertahan lewat kerja sama dan kreativitas.

Kepala Dinas Pariwisata Kaltim, Ririn Sari Dewi, mengakui tekanan yang dirasakan para pelaku hotel, terutama dari hilangnya kegiatan berskala besar yang biasa digelar instansi pemerintah.

“Kami menyadari bahwa efisiensi anggaran berdampak langsung pada sektor MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition), yang selama ini menjadi penopang utama pendapatan hotel,” ujar Ririn dalam paparannya.

Meskipun situasi tampak suram, ada secercah harapan. Data dari BPS Kota Balikpapan mencatat tingkat hunian hotel berbintang per April 2025 naik menjadi 53,79 persen, atau meningkat 14,59 persen dibanding Maret 2025.

“Ini sinyal positif. Tapi kalau tak ada sinergi lintas sektor, kita akan kesulitan menjaga momentum,” ujarnya.

Di tengah keterbatasan anggaran, pelaku pariwisata mulai beralih pada strategi digital. Kampanye promosi lewat media sosial terbukti lebih efisien dan menjangkau lebih banyak calon wisatawan. Sejumlah hotel melaporkan peningkatan reservasi dari pengunjung luar daerah usai promosi daring dilakukan.

Event-event nasional juga menjadi harapan baru. Ririn menyebut dua agenda besar yang akan digelar dalam waktu dekat, yakni Dekranasda Nasional dan East Borneo International Festival (EBIF) pada Juli mendatang. Ribuan peserta dari berbagai penjuru Indonesia bahkan luar negeri diperkirakan hadir dan menjadi penyokong baru bagi okupansi hotel di Kaltim.

“Kalau kita tidak bisa bergantung sepenuhnya pada APBD, maka kita harus cerdas menciptakan sumber daya dan jaringan dari luar sistem. Kolaborasi jadi kunci,” pungkas Ririn. (*)