EXPRESI.co, BONTANG – Kota Bontang menjadi salah satu dari lima kota yang menerapkan teknologi Wolbachia di Indonesia, berdasarkan Kepmenkes Nomor 1341 tahun 2022.
Mengutip akun resmi Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (P2P Kemenkes) RI, alasan Bontang terpilih mewakili Kalimantan Timur (Kaltim) karena Bontang menyumbang jumlah kasus Dengue (DBD) yang cukup tinggi beserta dengan kasus kematian di Tahun 2023.
Meski begitu, kehadiran wolbachia mengalami pro kontra di masyarakat Bontang. Hal ini sebagaimana disampaikan Kepala UPT Puskesmas Bontang Utara I (BU 1), I Wayan Santika.
“Wolbachia dianggap bisa serta merta membalikkan telapak tangan dan langsung kelihatan hasilnya, nah ini persepsi yang masih salah di masyarakat,” ungkapnya kepada expresi.co, Jumat (3/5/2024) kemarin.
“Ada juga yang sentimen terhadap wolbachia malah dibuang, akhirnya apa? Gagal,” tambahnya.
Dirinya menjelaskan wolbachia bertujuan memanipulasi virus dengue pada nyamuk yang menjadi inangnya, nyamuk aedes.
“Jadi nantinya di dalam nyamuk aedes itu bukan lagi virus dengue tapi bakteri wolbachia yang tidak menimbulkan penyakit DBD,” papar Wayan.
“Makanya diternakkan ini jintik-jintik wolbachia, biar aedes-aedes yang ada di Bontang mengandung wolbachia,” tambahnya.
Dengan begitu, kata I Wayan, ketika virus ingin masuk ke tubuh nyamuk, dia akan mati.
“Jadi kalau si virus mau masuk ke tubuh nyamuk, dia akan mati karena sudah dihadang. Nyamuknya ya tetap menggigit tapi tidak lagi membawa virus dangue hanya seperti nyamuk culek biasa,” tandasnya.
Lebih lanjut ia menerangkan bahwa meskipun wolbachia ada, perilaku masyarakat untuk menghentikan perkembangan nyamuk DBD juga penting.
Diharapkannya, masyarakay tetap saling menjaga, membantu tenaga kesehatan agar Kota Bontang tetap aman.
“Jadi kalau masyarakat juga malas membersihkan, itu sama saja akan memicu naiknya angka DBD. Jadi mari kita saling menjaga,” pungkasnya. (C/adv)

Tinggalkan Balasan