EXPRESI.co, BONTANG – Sebanyak 250 tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Kota Bontang terancan tak lagi bekerja mulai 30 Juni 2025. Hal ini menyusul kebijakan pemutusan kontrak terhadap pegawai yang memiliki masa kerja di bawah dua tahun, sebagaimana tertuang dalam surat resmi Pemkot Bontang bernomor B/800.1.2.2/519/BKPSDM/2025 tertanggal 3 Juni 2025.

Langkah ini memantik reaksi keras dari kalangan legislatif. Anggota DPRD Bontang, Nursalam, dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Sidang III pada Selasa (7/6/2025) lalu, menyoroti dampak sosial yang ditimbulkan, terutama bertambahnya jumlah pengangguran di Kota Taman.

“Pemutusan kontrak ini akan berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran di Bontang,” tegas Nursalam di hadapan jajaran eksekutif.

Ia pun meminta Wali Kota Neni Moerniaeni tidak lepas tangan dan segera mencarikan solusi konkret bagi para tenaga honorer yang terdampak. Menurutnya, tanpa langkah penyelamatan, kebijakan tersebut justru bertentangan dengan semangat kesejahteraan yang menjadi arah pembangunan dalam RPJMD.

“Kalau ada solusi, alhamdulillah. Tapi kalau tidak ada, maka ini bertentangan dengan frasa ‘sejahtera’ yang selama ini digaungkan,” tegasnya.

Menanggapi hal itu, Wali Kota Neni menyampaikan bahwa pihaknya tengah menyiapkan mekanisme alternatif berupa kontrak individu antara honorer dengan kepala dinas masing-masing, melalui skema Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP).

“Jadi pegawai harian lepas dan guru honorer bisa tetap bekerja dengan sistem kontrak langsung ke kadis masing-masing,” ujar Neni.

Selain itu, pemerintah juga membuka jalur wirausaha bagi eks-honorer dengan menawarkan bantuan permodalan sebagai langkah pemberdayaan ekonomi.

“Kita bantu mereka dengan modal agar bisa buka usaha sendiri,” tambahnya. (*)