EXPRESI.co, SAMARINDA – Rencana penataan kawasan kumuh di Kota Samarinda kembali menjadi sorotan legislatif. Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar, menegaskan pentingnya perubahan pendekatan dalam revitalisasi kawasan padat penduduk.
Menurutnya, proyek-proyek penataan yang selama ini hanya mengedepankan pembangunan fisik kerap mengabaikan aspek sosial dan kultural warga yang terdampak. Padahal, keberlanjutan suatu pembangunan tidak cukup hanya diukur dari kuatnya fondasi bangunan, melainkan dari seberapa besar masyarakat turut terlibat dalam prosesnya.
“Pembangunan yang berkelanjutan bukan dimulai dari alat berat, melainkan dari keterlibatan aktif masyarakat yang tinggal di dalamnya,” tegas Deni usai pembahasan program revitalisasi kawasan kumuh.
Ia menyoroti bahwa pola lama yang menjadikan masyarakat sebagai objek pembangunan kerap menimbulkan konflik, apalagi jika menyangkut relokasi, status lahan, atau minimnya sosialisasi.
“Warga tidak alergi terhadap pembangunan, mereka hanya butuh kejelasan, jaminan hak, dan peran aktif dalam proses,” ujarnya.
Deni pun mendorong Pemerintah Kota Samarinda untuk mengubah pendekatan teknokratis menjadi lebih partisipatif. Ia menyarankan proses musyawarah dimulai dari tingkat RT, RW hingga forum kampung, melibatkan tokoh masyarakat dan kelompok pemuda. Tujuannya agar warga merasa memiliki program tersebut dan bisa mengawal pelaksanaannya.
Ia juga menyampaikan perlunya pembentukan kelompok kerja lokal (pokja) sebagai wadah koordinasi antara warga dan pemerintah. Ini disebutnya sebagai kunci untuk menciptakan lingkungan yang layak huni sekaligus menjaga martabat masyarakat.
“Kalau warga dilibatkan sejak awal, bukan hanya hasilnya lebih baik, tapi juga mengurangi potensi penolakan di lapangan,” tambahnya.
Deni juga menyinggung soal keterbatasan wewenang Pemkot terhadap kawasan di luar zonasi penataan, yang menurutnya harus dijawab lewat kolaborasi lintas sektor, baik dengan provinsi, kementerian, maupun organisasi masyarakat sipil.
“Menata kota bukan hanya soal menggusur dan membangun ulang. Ini tentang memulihkan kepercayaan, menjaga martabat warga, dan menciptakan kota yang benar-benar inklusif,” tutup politisi Gerindra itu.
(Ina/Adv)

Tinggalkan Balasan