*Peringatan: deskripsi kekerasan seksual dalam artikel ini dapat membangkitkan trauma.
EXPRESI.co – Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung pada Senin, 4 April 2022, mengabulkan banding jaksa penuntut umum dalam kasus predator seksual Herry Wirawan (36).
Dengan begitu, membuat vonis seumur Herry dinaikkan jadi hukuman mati. Ia juga diberi vonis baru berupa kewajiban membayar uang restitusi (ganti rugi) kepada 13 korbannya sebesar Rp300 juta.
Herry, seorang guru agama sekaligus pemilik pesantren di Bandung, adalah predator seksual yang dinobatkan masyarakat sebagai lelaki paling bajingan 2021. Ia terbukti setidaknya memperkosa 13 anak perempuan yang bersekolah di pesantrennya. Delapan di antaranya hamil. Total 9 bayi lahir akibat pemerkosaan ini.
“Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati,” demikian putus majelis hakim PT Bandung, yang dipimpin Hakim Ketua Herri Swantoro, dikutip Kompas.
Februari lalu, Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung yang pertama kali mengadili kasus biadab ini menjatuhkan vonis seumur hidup. PN Bandung juga membebankan kewajiban restitusi pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. PT Bandung membatalkannya, dengan alasan bertentangan dengan hukum Indonesia.
“Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan untuk membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Bahwa hal ini bertentangan dengan hukum positif yang berlaku,” bunyi putusan tersebut, dilansir Detik.
Vonis ini memenuhi keinginan sejumlah korban. Februari lalu, kuasa hukum salah satu korban menyatakan keberatan dengan hukuman seumur hidup.
“Karena seumur hidup itu tidak seimbang, tidak setimpal dengan kesalahannya. Karena kalau dilihat dari beban psikis korban, kan beban catatan sejarah keluarga turun temurun,” ujar kuasa hukum bernama Yudi Kurnia kepada Detik. “Sementara si Herry pelaku masih bisa bernapas walaupun di tahanan, masih diurus negara, masih dikasih makan negara,” tambahnya.
Sebanyak 13 santriwati di bawah umur diperkosa Herry sejak 2016. Kejahatannya baru terkuak pada Mei 2021 setelah keluarga salah satu korban melapor ke polisi.
Dari paparan pengadilan, Herry memakai 10 lokasi untuk melakukan pemerkosaan, di antaranya kantor yayasan, ruangan pesantren, hotel, dan apartemen. Ia kerap memakai modus pura-pura minta dipijat santriwati di kamar.
Jaksa menyebut, meski korban ketakutan dan menangis, Herry tetap memaksakan pemerkosaan tersebut.
Herry Wirawan mengeksploitasi kemiskinan korban-korbannya untuk membuat mereka menurut. Ia memberi janji “akan dinikahi”, “dibiayai kuliahnya”, dan “akan dijadikan polwan”. Ia juga memperdaya korban dengan bilang anak yang dikandung korban akan dirawat bersama dan “dibiayai sampai kuliah”. Intimidasi lain dilakukan dengan memberi dogma bahwa korban “harus taat kepada guru”.
Jaksa juga menyebut bahwa istri Herry tahu kejahatan suaminya, namun tidak berbuat apa-apa karena sudah “dicuci otaknya”.
Istri Herry bahkan pernah memergoki suaminya tengah memperkosa salah seorang santriwati. Belakangan, Herry justru meminta istrinya turut mengasuh bayi yang dilahirkan korban pemerkosaan.
“[Istri] mengetahui. Bahkan, istri pelaku mendapati suaminya saat malam mereka [Herry dan korban] tidur bareng. Naik ke atas, tiba-tiba mendapati si pelaku itu sedang melakukan perbuatan tidak senonoh dengan korban, enggak bisa apa-apa itu istrinya,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Asep N. Mulyana, dilansir Okezone, Desember lalu.
Tinggalkan Balasan