EXPRESI.co, BONTANG – Sengketa tapal batas Kampung Sidrap kembali memanas. Setelah Kepala Desa Martadinata, Sutrisno, menuding dirinya sebagai “dalang” di balik perebutan Sidrap oleh Pemkot Bontang, Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, memilih menanggapi santai.

“Biarlah itu pendapat dia. Angin lewat saja,” ujar Agus Haris di Bontang, Selasa, 12 Agustus 2025.

Menurut Agus, tudingan Sutrisno soal pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif terkait ribuan warga Kutim ber-KTP Bontang tidak sepenuhnya tepat. Ia menilai fenomena itu sudah terjadi jauh sebelum isu sengketa mencuat.

“Sejak dulu warga Sidrap ingin ber-KTP Bontang. Begitu ada perekaman KTP elektronik tahun 2010, ya mereka datang ramai-ramai. Itu kesadaran mereka sendiri,” kata politisi Gerindra ini.

Agus juga menggarisbawahi bahwa politik selalu hadir dalam setiap proses pengambilan keputusan, bahkan di lingkup terkecil. “Negara ini ada karena politik. Di rumah tangga saja kita berpolitik. Jadi wajar kalau ada strategi atau rekayasa,” ujarnya sambil berkelakar.

Namun, bukan hanya Sutrisno yang menyenggol nama Agus Haris. Kepala Desa Teluk Pandan, Andi Herman Fadil, dalam forum bersama Gubernur Kaltim sehari sebelumnya, menyebut jika Sidrap bergabung ke Kota Taman itu, kemungkinan munculnya riak-riak baru bagi wilayah yang berbatasan dengan Bontang menginginkan hal yang sama.

Menurut Agus, pernyataan Herman justru mencerminkan sinyal kekalahan dari pihak Kutim. “Itu tanda sudah merasa kalah,” katanya. Meski begitu, ia tak ingin terlalu menanggapi serius. “Dia itu sahabat saya, adinda saya. Urusannya dia lah,” ucap Agus.

Ancaman Kades Teluk Pandan itu bukan tanpa alasan. Ia memperingatkan, jika Sidrap lepas dari Kutim, desa-desa lain di Kecamatan Teluk Pandan bisa ikut minta bergabung ke Bontang—mulai dari Suka Rahmat hingga Kandolo. “Kalau ini terjadi, bibit-bibit yang dulu bisa timbul kembali,” kata Herman. (*/Fn)