EXPRESI.co, SAMARINDA – Gelombang keresahan muncul di tengah masyarakat usai tindakan penggusuran yang dilakukan di sejumlah titik di Kota Samarinda. Tanpa adanya proses dialog yang matang, langkah tersebut dinilai mencederai prinsip keadilan sosial.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Ahmad Vananazda, menyayangkan keras tindakan sepihak tersebut. Menurutnya, pendekatan tanpa komunikasi terbuka dengan warga terdampak justru berpotensi memicu konflik sosial serta mencerminkan lemahnya koordinasi antara pemerintah dan lembaga legislatif dalam menyusun solusi yang manusiawi dan berkeadilan.

“Saya harus sampaikan, bahwa mereka, pemerintah, belum ada berdialog langsung dengan masyarakat yang ada di sini. Kasihan mereka mencari makan di sini, tidak untuk kaya,” ucap Vananzda.

“Saya juga tidak membela mereka kalau mereka tidak benar. Artinya, boleh dieksekusi, tapi kami kemarin minta waktu. Tolong kita musyawarah dulu. Bahkan kami berharap bongkar sendiri, kalau memang sudah sepakat,” sambungnya.

Vananzda juga menegaskan bahwa pihaknya tidak dilibatkan dalam rencana penggusuran tersebut. Menurutnya, tindakan seperti ini semestinya diawali dengan komunikasi yang terbuka dan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk DPRD sebagai wakil rakyat.

“Kami sangat sesalkan kejadian ini. Mestinya kalau ada penggusuran seperti ini, harus ada komunikasi yang baik sebelumnya. Bahkan kami tidak dilibatkan,” ujarnya.

Ia menambahkan, DPRD Samarinda berencana mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam waktu dekat untuk menindaklanjuti persoalan tersebut.

“Ke depan, kami akan mengagendakan RDP. Rencananya antara Rabu atau Kamis, karena Senin dan Selasa adalah hari libur,” ungkapnya.

Mengenai relokasi pedagang, Vananzda menyatakan bahwa warga sebenarnya siap dipindahkan asalkan tempat yang disiapkan sesuai dan layak.

“Kalau memang para pedagang harus dipindahkan, tentu mereka akan siap, asalkan tempat relokasinya sesuai dan layak. Inilah yang memicu konflik. Tugas aparat hanya menertibkan, sedangkan mediatornya pemerintah,” paparnya.

Menutup pernyataannya, Vananzda menegaskan bahwa pasar yang digusur tersebut memiliki nilai historis yang tidak bisa diabaikan begitu saja. “Pasar ini sudah ada sejak saya lahir, hampir 50 tahun. Ini bukan sekadar tempat berdagang, tapi bagian dari sejarah kota,” tutup Vananzda. (Adv)