EXPRESI.co, BONTANG – Perekonomian Indonesia diprediksi akan mendapat ancaman di tahun depan dari dampak dari pandemi Covid-19.
Taper tantrum merupakan salah satu ancaman yang dikhawatirkan akan terjadi di tahun depan. Hal ini juga dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo belum lama ini.
“Kita pernah belajar dari fenomena terdahulu seperti taper tantrum di tahun 2013, dimana ekspektasi normalisasi kebijakan moneter AS dapat mendorong pembalikan arus modal dari negara berkembang,” jelas Sri Mulyani dalam rapat paripurna, Senin (31/5/2021).
Oleh karena itu, Sri Mulyani beserta jajarannya sudah menyiapkan beberapa instrumen dalam mengantisipasi hal tersebut dan akan tercermin di dalam RAPBN 2022.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (2/6/2021), Sri Mulyani juga menjelaskan beberapa risiko selain taper tantrum yang kemungkinan akan dihadapi di tahun depan.
Risiko pertama adalah beberapa negara yang melakukan pengetatan restriksi karena adanya gelombang baru covid dan munculnya varian baru.
Kedua adalah epicentrum pandemi terus bergeser sementara akses dan kecepatan vaksinasi masih belum merata. “Jadi proteksionisme meningkat,” tegas Sri Mulyani. Indonesia saja baru mampu melakukan vaksinasi 300 ribu per hari, masih jauh dari target 1 juta per hari.
Risiko ketiga adalah pemulihan ekonomi yang tidak merata. Ekonomi global memang disebutkan pulih, namun ada negara yang masih resesi hingga kuartal I-2021. Salah satunya adalah Indonesia.
Risiko keempat adalah perkembangan ekonomi di Amerika Serikat (AS). Sri Mulyani menyebutkan inflasi negeri paman SAM tersebut terus menguat, bahkan mencapai 4,2% pada April 2021.
“Inflasi di AS yang sudah tembus di atas 4% akan jadi penentu stance monetary policy tahun ini dan tahun depan,” paparnya.
Hal senada juga diungkapkan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga mewaspadai adanya tapering off atau pengurangan stimulus berupa pembelian surat berharga di pasar surat utang yang dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed.
“Di pasar keuangan memang terjadi kenaikan US Treasury yield karena stimulus fiskal yang besar US$ 1,9 triliun. Ketidakpastian ini masih berlangsung meskipun sudah sedikit mereda karena kejelasan arah The Fed yang tahun ini belum akan melakukan tapering,” jelas Perry dalam rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, Senin (31/5/2021).
“Namun tahun depan, kita masih memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan bahwa The Fed akan mulai mengubah kebijakan moneternya, mulai mengurangi intervensi likuiditas bahkan melakukan lakukan pengetatan dan kenaikan suku bunga,” kata Perry melanjutkan.
Bila bank sentral AS The Fed menaikkan suku bunga acuan tahun depan, maka dikhawatirkan bencana taper tantrum seperti yang terjadi pada 2013 silam kembali terulang. Pasar keuangan Indonesia terombang-ambing, salah satunya pelemahan nilai tukar rupiah sangat dalam terhadap dolar AS.
Salah satu langkah untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah bekerja sama dengan otoritas seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk pendalaman dan pengembangan pasar keuangan.
Terpenting, solusi yang paling ampuh dari risiko tersebut adalah Indonesia harus memastikan ekonomi segera pulih dan memperkuat reformasi. (**)
Sumber : CNBC Indonesia
Editor : Bagoez Ankara