EXPRESI.co, SAMARINDA – Keputusan pahit akhirnya diambil, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Samri Shaputra, menyampaikan bahwa penutupan Pasar Subuh adalah langkah yang tak terelakkan.

Bukan hanya soal kebijakan, namun karena akar persoalan menyentuh ranah hak kepemilikan lahan dan pelanggaran serius terhadap tata ruang kota. Di tengah pro dan kontra, pemerintah daerah berdiri di persimpangan antara menjaga ketertiban dan mendengarkan suara pedagang yang terdampak.

“Pasar Subuh ini berdiri di atas lahan milik pribadi. Sekarang pemiliknya tidak mengizinkan lagi digunakan, jadi kita tidak bisa memaksa. Hak pemilik harus dihormati,” terangnya.

Selain soal kepemilikan, Samri juga mengungkap bahwa lokasi Pasar Subuh tidak sesuai dengan zonasi tata ruang yang tertuang dalam Perda RTRW Kota Samarinda. Oleh karena itu, meskipun masyarakat ingin tetap berjualan, secara hukum keberadaan pasar tidak dapat dipertahankan.

“Kalau ini lahan pemerintah, mungkin masih bisa dibicarakan. Tapi karena ini milik pribadi dan tidak sesuai peruntukan, ya tidak bisa dilanjutkan. Kita harus taat pada aturan,” ucapnya.

Samri menambahkan bahwa para pedagang pun telah mengakui status lahan tersebut dan memahami bahwa mereka tidak dapat memaksa penggunaan lahan tanpa izin.

Dirinya berharap ke depan, semua pihak lebih memperhatikan aspek legalitas dan perencanaan tata kota untuk mencegah masalah serupa. (Adv)