EXPRESI.co, SAMARINDA – Di balik deru proses relokasi Pasar Subuh yang terus berjalan, muncul suara kritis dari lembaga legislatif daerah. Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Samri Shaputra, menyoroti bahwa akar persoalan dalam penertiban pasar bukan semata pada relokasinya, melainkan pada komunikasi yang tak berjalan dua arah.

Minimnya dialog antara pemerintah dan para pedagang, menurutnya, menjadi pemicu gesekan dan ketidakpuasan di lapangan. Bagi Samri, relokasi seharusnya tak hanya soal memindahkan tempat, tetapi juga menyentuh hati dan kepentingan mereka yang terdampak.

“Yang kami tangkap, para pedagang ini sebenarnya tidak menolak direlokasi. Tapi mereka bingung, setelah pasar ditutup mereka akan diarahkan ke mana. Jadi masalahnya adalah kurangnya komunikasi yang terbuka,” ungkapnya.

Menurut Samri, relokasi ke beberapa pasar resmi milik pemerintah seperti Pasar Segiri, Pasar Sungai Dama, dan Pasar Dayak memang sudah disiapkan, namun belum semua pedagang menerima informasi tersebut secara jelas. Ia meminta agar Pemerintah Kota Samarinda lebih aktif menyampaikan rencana relokasi agar tidak terjadi kesalahpahaman atau resistensi di lapangan.

“Sekarang komunikasi sudah mulai terbuka, tinggal dilanjutkan saja. Jangan sampai masyarakat merasa dipaksa tanpa tahu arahnya ke mana,” jelasnya.

Dalam hal ini, Samri juga meminta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk melakukan pendekatan yang humanis dalam proses penertiban.

Dirinya juga menekankan bahwa para pedagang adalah bagian dari masyarakat yang memegang kedaulatan, sehingga layak diperlakukan dengan cara-cara persuasif. (Adv)