EXPRESI.co, BONTANG – Korlantas Polri menyebut ada pihak yang menganggap program tilang elektronik (Electronic Traffic Law Enforcement/ETLE) merugikan dan mengakui terdapat banyak komplain terkait hal itu. Meski demikian kepolisian berpendapat ETLE punya tujuan membentuk masyarakat yang selalu menaati peraturan lalu lintas.

“Saat ini penegakan hukum elektronik ini banyak komplain, menjadi momok atau suatu hal yang merugikan padahal tidak. Justru dengan elektronik ini singgungan dengan aparat atau oknum yang menyalahgunakan wewenang, masyarakat yang memberi amplop dan lain semua itu terhapus semua,” kata Kasidukdikmas Subditdikmas Ditkamsel Korlantas Polri AKBP Danang Sarifudin dalam webminar Adira Finance terkait Road Safety Behavior Research, Selasa (30/3).

Menurut Danang penegakan hukum berbasis elektronik justru bisa membangun tanggung jawab masyarakat untuk selalu menaati peraturan. Kata dia ada kebiasaan pengemudi saat ini hanya patuh saat ada polisi yang mengawasi di jalanan.

Danang bilang hasil kamera tilang elektronik yang berupa foto atau rekaman video merupakan bukti atau fakta di lapangan yang menunjukkan terjadinya pelanggaran secara nyata. Pelanggar akan kena hukuman walau tidak ada polisi yang menyaksikannya secara langsung.

Danang mengatakan ETLE merupakan sarana pendukung untuk mengubah prilaku masyarakat berlalu lintas menjadi disiplin. Kata dia buat melakukan itu tak bisa dadakan dan perlu dilakukan sejak dini.

Pada 23 Maret Polisi meresmikan 244 kamera tilang baru yang terpasang di 12 Polda di Indonesia. Bulan depan rencananya Polri bakal memperluas sistem ETLE menjadi 21 Polda.

Penggunaan sistem ETLE yang diperluas ini didorong program kerja 100 hari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Listyo menjelaskan ETLE bertujuan menghindari interaksi aparat dengan pelanggar yang rawan kongkalikong dan juga agar layanan semakin profesional.

Kritik ETLE

Salah satu kritik soal ETLE disampaikan oleh Indonesia Traffic Watch (ITW) yang mengingatkan kepolisian agar membenahi penerapan ETLE sebab dirasa berpotensi merugikan masyarakat.

Menurut ITW ada laporan masyarakat yang tidak bisa membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) karena ternyata STNK sudah diblokir imbas penerapan ETLE. Pemblokrian STNK dilakukan kepolisian jika penerima surat pemberitahuan pelanggaran ETLE gagal melakukan konfirmasi atau membayar denda.

Ketua Presidium ITW Edison Siahaan menjelaskan masyarakat tidak menyadari STNK diblokir lantaran merasa tidak menerima surat pemberitahuan pelanggaran.

“Terpaksa membuang waktu dan mengganggu aktivitas warga hanya untuk mengurus pembukaan blokir,” kata Edison dalam pernyataan resminya, Senin (22/3).

ITW meminta kepolisian memastikan bahwa informasi yang tercantum di STNK, yang dijadikan landasan pengiriman surat pemberitahuan pelanggaran ETLE, sesuai dengan alamat pelanggar.

ITW juga ingin Polri memperjelas siapa objek penindakan ETLE, apakah pengemudi atau kendaraan.

“ITW khawatir, apabila warga terus merasa tidak diperlakukan adil dan dipersulit lantaran penerapan ETLE, akan memicu rasa enggan masyarakat untuk membayar PKB,” ucap Edison.

ITW mengapresiasi penerapan ETLE namun menyarankan prosesnya disempurnakan.