EXPRESI.co, BONTANG – Gelar Kota Layak Anak Tingkat Utama 2025 baru saja disematkan kepada Bontang oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Namun, di balik penghargaan itu, ancaman kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menghantui.
Dalam enam bulan pertama 2025, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Bontang mencatat 64 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sebanyak 48 kasus menimpa anak-anak, sedangkan 16 lainnya dialami perempuan.
Plt Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Khusus Anak DP3AKB Bontang, Trully Tisna Milasari, mengatakan sebagian besar kekerasan terjadi di ruang publik. “Artinya, ruang publik di Bontang belum sepenuhnya aman,” ujarnya.
Trully mengingatkan bahwa kekerasan kerap luput dari perhatian lingkungan sekitar. Menurut dia, pencegahan memerlukan kesadaran kolektif.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Mulai dari pelaporan kasus, dukungan bagi korban, hingga edukasi pencegahan, semua butuh partisipasi warga,” katanya.
Ia juga menyoroti pandangan keliru yang menganggap kekerasan sebagai urusan pribadi. “Padahal, ini pelanggaran hak asasi manusia,” tegasnya.
DP3AKB, lanjut Trully, terus menggencarkan program edukasi dengan melibatkan komunitas, warga, dan sekolah. Kanal pelaporan dibuka hingga tingkat kelurahan.
Di tengah ancaman itu, Bontang baru saja meraih penghargaan Kota Layak Anak (KLA) Tingkat Utama 2025 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (*/Fn)

Tinggalkan Balasan