EXPRESI.co, BONTANG – Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG Rahmat Triyono memastikanhilal atau bulan baru di sebagian wilayah di Indonesia tidak akan tampak hari ini, Selasa (11/5). Artinya, Hari Raya Idulfitri 1 Syawal 1442 Hijriah akan jatuh pada 13 Mei 2021.
“Hari ini walaupun sudah 29 hari Ramadan, posisi hilalnya itu minus 5,61 derajat di Jayapura (Papua) sampai dengan minus 4,37 derajat di Pelabuhan Ratu (Jawa Barat). Artinya Bulan itu hari ini lebih tenggelam duluan sebelum matahari,” ujarnya melalui sambungan telepon.
Lebih lanjut Rahmat menuturkan berdasarkan data hitungan yang dilakukan, hilal tanggal 12 Mei 2021 memiliki tinggi berkisar antara 4,48 derajat di Merauke, Papua sampai dengan 6,05 derajat di Sabang, Aceh.
“Maka jika disimpulkan, 1 Syawal 1442 Hijriah akan jatuh pada tanggal 13 Mei 2021. Artinya masyarakat masih melakukan ibadah puasa hingga terlihat hilal pada tanggal 12 Mei esok,” kata Rahmat.
Senada dengan BMKG, Pusat Sains Lembaga Antariksa dan Penerbangan (LAPAN) menyatakan bahwa ketinggian Bulan di wilayah Indonesia pada 11 Mei 2021 sebesar minus 5 derajat hingga minus 3,2 derajat sehingga hilal mustahil dapat dilihat.
“Ketinggian Bulan untuk wilayah Indonesia pada 11 Mei 2021 sebesar -5 derajat hingga -3,2 sehingga mustahil (hilal) untuk dapat dilihat,” tulis LAPAN lewat akun Instagram.
Penentuan Lebaran Idulfitri di Indonesia
Rahmat kemudian menjelaskan ada dua mazhab yang digunakan untuk penghitungan 1 Syawal atau Idulfitri di Indonesia yakni metode hisab dan ruqyat.
Hisab merupakan perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriah.Sementara itu, ruqyat adalah aktivitas visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit pertama kali setelah terjadinya ijtimak atau konjungsi.
Metode rukyat bisa dilakukan dengan mata telanjang atau melalui teleskop. Ruqyat biasanya dilakukan setelah matahari terbenam karena hilal hanya tampak setelah matahari terbenam atau masuk waktu magrib.
Apabila hilal pertama muncul setelah maghrib dalam kalender Islam telah memasuki bulan baru. Namun, apabila hilal belum juga tampak, bulan baru dalam kalender Islam akan dimulai bakda maghrib pada hari berikutnya.
Dengan metode rukyatul hilal, yang biasanya digunakan Kementerian Agama hingga organisasi Nahdlatul Ulama (NU), bulan baru hanya bisa ditetapkan setelah munculnya hilal pertama atau bulan sabit yang sudah dapat terlihat oleh mata atau melalui teleskop.
Adapun dengan metode hisab, Muhammadiyah menentukan awal bulan kalender Hijriah dengan wujudul hilal.
Wujudul hilal menggunakan dua prinsip, ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum matahari terbenam dan bulan terbenam setelah matahari terbenam. Maka, pada waktu Maghrib itu telah dinyatakan sebagai awal bulan Hijriah tanpa melihat berapa pun sudut ketinggian bulan saat matahari terbenam.
“Untuk melihat hilal itu ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi, salah satunya cuaca dan polusi cahaya. Tapi kedua penghitungan itu menggunakan dalil yang dibenarkan, dengan satu hisab satu rukyat,” kata Rahmat.
Perbedaan metode penentuan awal bulan Hijriah yang berbeda inilah yang sering kali menyebabkan perbedaan hari pelaksanaan awal puasa Ramadhan ataupun Hari Raya Idul Fitri. Namun untuk tahun 2021, baik pakar BMKG maupun LAPAN mengatakan tidak akan ada perbedaan lebaran Idulfitri karena jatuh di hari yang sama, Kamis 13 Mei.
Muhammadiyah sudah lebih dulu mengumumkan bahwa Idulfitri 2021 akan jatuh pada 13 Mei. Sedangkan pemerintah masih akan melakukan sidang isbat, Selasa sore ini. (*)
Editor: Bagoez Ankara
Tinggalkan Balasan