EXPRESI.co, Bontang – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, jadi sorotan di tengah isu reshuffle atau perombakan jajaran Kabinet Indonesia Maju. Menyusul rencana peleburan kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset dan Teknologi.
Peleburan dua kementerian itu berdasarkan keputusan DPR RI setelah Presiden Joko Widodo mengirimkan surat yang disetujui dalam rapat paripurna 9 April lalu.
Peleburan ini otomatis membuat posisi menteri bergeser. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin memastikan Jokowi akan melakukan reshuffle pekan ini.
Nama Nadiem sendiri sejak lama menjadi salah satu menteri yang paling banyak diminta untuk diganti.
Survei Indonesia Political Opinion (IPO) menunjukkan nama Nadiem berada di urutan atas dari deretan menteri yang diminta diganti setelah 100 hari Kabinet Indonesia Maju bekerja.
Dari 1.600 responden, 42 persen menjawab perlu ada pergantian menteri, 36 persen menyatakan tidak perlu dan 22 persen tidak menjawab.
Dari rincian hasil tersebut, Nadiem berada di urutan ke-lima dari daftar menteri yang paling banyak diminta ganti dengan persentase 22 persen.
Sementara pada survei IPO terkait kinerja kementerian/lembaga, peluang reshuffle kabinet dan potensi Capres 2024, masih banyak yang tidak puas dengan kinerja Nadiem.
Pakar pendidikan Ubaid Matraji menilai sosok Nadiem akan sulit dipertahankan usai peleburan kedua kementerian tersebut. Penilaian ini berkaca pada sepak terjang Nadiem selama menjabat sebagai mendikbud.
“Untuk komposisi yang sekarang saja masih kewalahan dan terlambat sekali. Kita tahu bagaimana repotnya mengurus pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi,” ucap Ubaid.
Sejumlah program Nadiem di Kemendikbud juga dinilai banyak bermasalah. Ubaid melihat gebrakan-gebrakan yang dilakukan Nadiem di awal menjabat semata jargon dan retorika, sementara mlempem implementasi.
Nadiem dinilai kebingungan membuat langkah praktis mengimplementasikan program yang mengakibatkan tak ada program yang maksimal usai setahun lebih menjabat.
Selain itu, banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan Nadiem. Mulai dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang bermasalah, program organisasi penggerak dan Merdeka Belajar yang tak maksimal, hingga Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tinggi.
Harapan publik yang cukup tinggi di awal menjadi merosot hingga muncul tagar #PendidikanSalahUrus di media sosial.
“Kekerasan orang tua terhadap anak, kecanduan anak terhadap gadget, ini PR yang belum terselesaikan. Soal PJJ terlambat, kurikulum terlambat, kuota terlambat,” jelas Ubaid.
Tinggalkan Balasan