Kasus keberadaan kerangkeng manusia di halaman rumah bupati nonaktif Langkat, Sumatra Utara, kini turut ditangani Mabes Polri. Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, kerangkeng itu dimaksudkan sebagai panti rehabilitasi pecandu narkoba. Namun, dari temuan aparat, Terbit Rencana Perangin-angin tidak pernah mengurus izin menjalankan kegiatan rehab sesuai UU Narkotika.

“Belum terdaftar dan tidak memiliki izin sebagaiamana diatur oleh undang-undang,” kata Ramadhan dalam jumpa pers di Mabes Polri, Selasa, 25 Januari 2022.

Selain pecandu, kerangkeng itu juga dipakai untuk menampung remaja yang dianggap nakal dari berbagai daerah di Langkat. Mayoritas orang yang menghuni kerangkeng diserahkan sendiri oleh keluarga, karena menganggap fasilitas rehab milik sang bupati itu dapat membina anak mereka dari kenakalan maupun problem narkoba. Sang bupati cukup disegani warga Langkat, karena statusnya sebagai pengurus ormas Pemuda Pancasila, sekaligus aktif di Partai Golkar.

Merujuk laporan Kompas.com, Bupati Terbit mengakui menyuruh para pecandu dan remaja nakal itu bekerja di ladang sawit miliknya tanpa diupah. Dia berdalih mobilisasi warga binaan bekerja di ladang sawit, dimaksudkan agar mereka memiliki keahlian kerja sekeluar dari panti rehabilitasi.

“Mereka tidak diberikan upah seperti pekerja, mereka diberikan ekstra puding dan makan,” kata Brigjen Ramadhan.

Bupati Langkat yang awalnya tersangkut kasus suap sehingga ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, kini terancam menghadapi penyidikan serius terkait pelanggaran HAM, penyiksaan pekerja, serta perbudakan. Polisi sekaligus membentuk tim gabungan dari unsur Direktorat Kriminal Umum, Direktorat Narkoba, serta lembaga ketenagakerjaan untuk memeriksa lebih lanjut adanya kerangkeng manusia tersebut.

Dari penelusuran aparat, semula ada 48 orang yang tinggal dalam kerangkeng di halaman rumahnya. Sebagian sudah dipulangkan, menyisakan 30 orang saja saat kediaman Terbit digeledah KPK. Mereka semua tidak mendapat gaji, serta bekerja lebih dari 10 jam di kebun sawit milik sang bupati.

Migrant CARE, LSM yang turut memantau keberadaan kerangkeng itu dan melaporkannya ke Komnas HAM, menganggap dalih Bupati Langkat membina pecandu narkoba di kebun sawit tidak bisa dibenarkan. Puluhan orang itu terbukti dipaksa menjadi buruh, namun tidak mendapat hak semestinya, termasuk menghubungi keluarga. Tak hanya itu, Migrant CARE menemukan bukti para pekerja rutin disiksa selama berada dalam kerangkeng.

“Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka,” ujar Anis Hidayah selaku Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant CARE. Memaksa siapapun bekerja secara rutin dengan kerangkeng seperti dilakukan Bupati Langkat, menurut lembaga ini bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.

Dalam konfirmasi terpisah, Kantor Staf Presiden (KSP) mengutuk temuan kerangkeng manusia dan indikasi perbudakan yang dilakukan Bupati Langkat. Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani mendorong aparat hukum untuk menjatuhkan hukuman berat bagi sang bupati nonaktif tersebut.

”KSP berterima kasih kepada KPK yang tanpa tindakan tegasnya meng-OTT Bupati Langkat, praktik perbudakan yang tidak berperikemanusiaan ini belum tentu segera terungkap,” ujar Jaleswari lewat keterangan tertulis seperti dilansir Detik.com. “Saya berharap aparat penegak hukum mendengar suara hati dan rasa keadilan masyarakat dengan menghukum seberat-beratnya pelaku praktik korupsi dan perbudakan.”

Polisi di saat bersamaan dengan OTT KPK, sudah lebih dulu mendatangi kerangkeng yang dimaksud. Aparat saat itu hanya menemukan empat orang berada dalam sel, semuanya dipangkas rambutnya hingga gundul. Terdapat dua gitar di dalam sel besar itu, serta ada keterangan jadwal berkunjung tamu di dinding, hanya untuk hari Minggu dan libur hari raya. Panti rehab milik sang bupati yang sekaligus memperbudak penghuninya itu sudah berjalan selama 10 tahun terakhir.

Bupati Kabupaten Langkat, Sumatra Utara ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa di wilayah kerjanya pada 18 Januari 2022. Terbit ditahan bersama lima tersangka lain, yang terlibat suap untuk mengamankan paket pengerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Langkat. Menurut KPK, sang bupati berkongkalikong dengan kerabat serta orang kepercayaannya, demi membuat paket proyek untuk digasak sendiri dananya