EXPRESI.co, BONTANG – Tema lomba penulisan artikel tingkat nasional yang diselenggarakan BPIP masih menuai kritik dari banyak pihak. Salah satunya datang dari penulis Linda Christanty.
Ia menilai bahwa tema tersebut adalah provokasi terhadap pandangan Pancasila dan Islam.
“Dua tema kompetisi ini tendensius,” kata Linda dalam melalui akun Facebook, dikutip kumparan, Minggu (15/8).
Menurut dia, lomba penulisan dalam rangka Hari Santri Nasional itu mencerminkan Islamofobik.
“Seolah pujian, tetapi sesungguhnya mencerminkan praktik Islamofobik. Seolah memuliakan dengan slogan ‘Dari Santri untuk NKRI’, tetapi sesungguhnya sebuah provokasi,” imbuh ida.
BPIP menggelar kompetisi penulisan artikel tingkat nasional untuk menyambut Hari Santri Nasional. Ada dua tema yang diangkat, yaitu hormat bendera menurut hukum Islam dan menyanyikan lagu kebangsaan menurut hukum Islam.
Tema yang diusung dalam lomba tersebut menuai polemik karena dinilai dapat menimbulkan pertentangan antara Islam dan Pancasila. Adapun, menurut Linda, tema ini tetap provokatif meski ditujukan bagi agama lain.
“Andaikata kata ‘Islam’ dalam tema-tema ini diganti dengan ‘Kristen’, ‘Katolik’, ‘Hindu’, ‘Buddha’, atau ‘Kong Hu Cu’, juga sama saja maknanya. Yaitu mengindikasikan prasangka, kebencian, ketakutan, dan diskriminasi terhadap agama atau pemeluk agama tertentu dan juga provokasi,” terang dia.
Linda berpendapat agama dan Pancasila tak seharusnya dibenturkan. Pandangan terhadap dua hal ini pun sifatnya sangat pribadi dan tak dapat digunakan untuk menilai seseorang.
“Kita masih ingat bagaimana 75 anggota KPK dinyatakan tidak lulus TWK, dan salah satu pertanyaan dalam tes tersebut yang diketahui publik adalah “memilih Pancasila atau Alquran?”. Siapa pun yang menjawab ‘Alquran’, dinilai tidak Pancasilais atau melawan NKRI, lalu dipecat,” kata dia.
“Pertanyaan seperti itu tidak boleh diajukan, sebagaimana pertanyaan “memilih Pancasila atau Injil?” atau “memilih Pancasila atau Weda?” atau “memilih Pancasila atau Tripitaka”,” papar Linda.
Linda menjelaskan, agama adalah pilihan pribadi dan merupakan sebuah hak asasi manusia. Sementara Pancasila adalah dasar negara. Dua hal ini tak bisa dibenturkan atau dibandingkan.
Lebih lanjut, Linda juga menyoroti isu agama yang terus digunakan oleh politikus dan penguasa secara sistematis dan masif dalam beberapa tahun terakhir. Ia pun menyayangkan keberagaman Indonesia justru dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
“Keberagaman itu sebuah anugerah, tetapi tidak dapat dipungkiri juga dapat membawa kita pada sengketa atau konflik yang harus diselesaikan. Masalah makin membesar dan meluas ketika kepentingan politik tertentu dan pribadi yang tidak bertanggung jawab terlibat untuk memanfaatkannya,” tandas dia.