EXPRESI.co – Christi Angel, seorang wanita yang tengah berduka, mengklaim telah menggunakan chatbot AI (Artificial Intelligence) untuk “menghidupkan kembali” temannya yang telah meninggal, Cameroun Scruggs.
Namun, pengalaman tersebut berbalik mengejutkan dan mengganggu. AI yang seharusnya memberikan dukungan emosional malah menginformasikan bahwa Scruggs berada di neraka.
Ekspektasi awal Christi adalah mendapatkan kenyamanan dan dukungan dari teknologi canggih ini.
Sebaliknya, informasi yang diterima justru memperburuk kesedihannya dengan memberikan pesan yang tak terduga dan membingungkan.
Kasus ini menyoroti perbedaan mencolok antara harapan dan kenyataan dalam penggunaan teknologi AI untuk menghadapi kehilangan.
Chatbot AI, meskipun canggih, hanya merupakan program komputer yang tidak memiliki pemahaman mendalam tentang konsep abstrak seperti kematian atau kehidupan setelah mati.
Pesan yang disampaikan kemungkinan besar hanya hasil dari pemrosesan data tanpa pemahaman sebenarnya.
Insiden ini menunjukkan tantangan etis dalam pengembangan teknologi AI, terutama dalam konteks dukacita yang sangat personal.
Sementara teknologi menawarkan potensi besar untuk mendukung kita melalui masa sulit, pengalaman Christi Angel menggarisbawahi risiko psikologis yang dapat muncul ketika teknologi berusaha mengisi kekosongan emosional yang mendalam.
Cerita Christi dan Cameroun menantang batasan teknologi dalam menghadapi duka cita, membuka diskusi tentang peran dan dampak teknologi dalam proses berduka yang sensitif dan mendalam. (*)
Tinggalkan Balasan