Oleh : Arif Maldini (Kader HmI Kota Bontang)

EXPRESI.co, BONTANG – Kasus incinerator RSUD Taman Husada Bontang yang beroperasi tanpa izin resmi bukanlah sekadar masalah teknis. Asap yang dikeluhkan warga adalah sinyal kuat betapa rapuhnya pengawasan pemerintah terhadap fasilitas publik yang berisiko tinggi. Ketika kesehatan dan lingkungan masyarakat dipertaruhkan, kelalaian semacam ini tidak bisa dianggap remeh.

Wali Kota berbicara soal percepatan izin. Wakil Wali Kota menyerukan penghentian operasional. Dua pernyataan itu sekilas terdengar tegas, namun sejatinya hanya reaktif, bukan strategis. Publik membutuhkan langkah nyata yang menyentuh akar masalah, transparansi, akuntabilitas, dan kepastian hukum.

Manajemen RSUD jelas memikul tanggung jawab atas beroperasinya incinerator tanpa izin. Tetapi pemerintah daerah juga tidak bisa lepas tangan. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah menegaskan bahwa setiap kegiatan berisiko wajib memiliki izin lingkungan. Pasal 36 ayat 1 bahkan menyatakan “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan”.

Lebih jauh, PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 juga mengatur secara ketat fasilitas pengolahan limbah medis. Incinerator tidak boleh beroperasi tanpa prosedur izin yang sah. Artinya, pelanggaran ini bukan sekadar teknis administratif, melainkan bentuk nyata kelalaian hukum.

Prof. Mas Achmad Santosa, pakar hukum lingkungan, pernah menegaskan bahwa izin lingkungan adalah _preventive tool_ alat pencegahan, bukan formalitas. Jika izin diabaikan, negara gagal menjalankan fungsi konstitusionalnya melindungi rakyat. Kasus incinerator RSUD ini adalah bukti bahwa fungsi kontrol pemerintah belum bekerja dengan baik.

Pemkot tidak boleh berhenti pada wacana. Pemerintah harus turun tangan menjembatani masyarakat terdampak dengan manajemen RSUD melalui forum resmi. Aspirasi warga perlu diakomodasi, data harus dibuka, dan evaluasi harus transparan. Tanpa langkah ini, kepercayaan publik akan semakin terkikis.

Kasus incinerator RSUD bukan sekadar persoalan teknis perizinan. Ia adalah cermin keseriusan pemerintah melindungi warganya dari dampak negatif pembangunan. Bontang tidak membutuhkan retorika dangkal. Yang dibutuhkan adalah penegakan regulasi, pengawasan ketat, serta keberanian menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan birokrasi.

Hanya dengan itu, pemerintah bisa mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan bahwa keselamatan warga benar-benar menjadi prioritas utama.