HMI Cabang Sangatta Nilai Hasil Pertemuan Antara Forkopimda Kutai Timur dengan Pihak PT. KPC Absurd

Redaksi

Ketua HMI Cabang Sangatta, Ashan Putra

EXPRESI.co, Sangatta – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sangatta meminta Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur menyampaikan hasil pertemuan antara Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) dengan PT. Kaltim Prima Coal.

Ketua HMI Cabang Sangatta Ashan Putra mengatakan, hasil pertemuan antara Forkpimda dengan PT. KPC wajib disampaiakn ke masyarakat. Pasalnya, rapat yang digelar pada yang digelar pada 27 Desember 2021 lalu itu membahas terkait perpanjangan izin perusahaan batu bara itu.

Putra juga membeberkan, pertemuan yang di lakukan di Bakrie Tower lantai 11, Kompleks Rasuna Epicentrum, JL. H.R. Rasuna Said, Jakarta, dihadiri oleh Bupati, Wakil Bupati dan FORKOPIMDA Kutai Timur serta unsur pimpinan DPRD Kutai Timur dan manajemen PT.Kaltim Prima Coal.

“Rapat tersebut terkesan tidak transparan, sebab seharusnya point kesepakatan tersebut di lakukan sebelum perpanjangan izin di sahkan,” jelas Putra kepada media ini, Minggu (1/5/2022).

Menurut Putra, seharusnya penyelenggara pemerintahan Kutim, baik eksekutif maupun legislatif menginformasikan kepada publik sebelum dan sesudah pertemuan dilakukan, agar apa yang di inginkan oleh masyarakat tersampaikan.

BACA JUGA:  Update Gempa di Tuban Jawa Timur

“Ini agar masyarakat merasa terwakili, karena mereka dipilih oleh masyarakat,” tuturnya.

Putra menilai, kesepakatan antara Pemkab dengan perusahaan absurd dalam realisasinya.

“Rapat yang di Jakarta itu terkesan tertutup dari publik dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat dengan sunguh-sungguh, ini ada apa kok tertutup?” tambahnya.

Lebih lanjut, dia menyebut rapat tersebut seharusnya dijadikan platform pembangunan Kutai Timur termasuk pasca banjir besar satu bulan yang lalu. Sebab keberadaan PT. KPC sangat berdampak besar terhadap lingkungan di Kutai Timur.

Selain itu, Putra mengkritik klausal terkait kenaikan dana CSR (Corporate Social Responbility) dari USD 5 juta menjadi USD 30 juta. Menurutnya klausal tersebut memang baik namun tidak dibarengi dengan aplikatif serta transparansi penggunaannya.

Pada point lainnya, Putra juga mengkritisi dukungan Pemkab Kutai Timur tentang perpanjangan PKP2B KPC menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak perjanjian yang tidak mengikutsertakan tokoh-tokoh masyarakat Kutai Timur secara luas, karena membawa aspirasi masyarakat.

BACA JUGA:  Paradigma Gelar Dialog Pergerakan: Apa Kabar Gerakan Mahasiswa

“Pada dasarnya, saya setuju dengan adanya KPC, namun rapat pembahasan itu tidak lahir dari aspirasi masyarakat Kutai Timur secara terbuka dan tidak berangkat dari masalah yang lahir dan dihadapi masyarakat Kutai Timur serta tanpa adanya evaluasi atas kondisi krisis yang di hadapi ratusan ribu masyarakat Kutai Timur,” ujar Putra.

Putra bilang, rapat tersebut justru memberikan peluang terbentuknya oligarki pemerintahan yang di bangun atas dasar win–win solution dengan pihak perusahaan tambang karena masyarakat tidak pernah mengetahui hasil pertemuan itu. Sedangkan kondisi saat ini masyarakat sangat butuh informasi publik tentang kinerja pemerintahan dan peran serta perusahaan dalam pembangunan Kutai Timur.

“ Pembicaraan itu tertutup, masyarakat tidak pernah mengetahui pertemuan itu, hal ini bisa saja menyebabkan lahirnya oligarki pemerintahan dari sisi eksekutif, legislatif bahkan yudikatif. Karena asas kepentingan dan win-win solution harusnya penyelenggara pemerintahan Kutai Timur atau instansi pemerintahan bisa terbuka ke publik sebelum dan sesudah pertemuan itu,” tutup Putra. (Rls/Fn)

Print Friendly, PDF & Email

Also Read

[addtoany]

Tags

Ads - Before Footer