EXPRESI.co, KUTAI TIMUR — Di pedalaman Kalimantan Timur, tersembunyi sebuah lorong purba yang tak banyak dikenal. Goa Ampanas, begitu masyarakat menyebutnya, menjulang tenang di antara rimbun hutan tropis di Desa Pengadan, Kecamatan Karangan, Kabupaten Kutai Timur.

Tak mudah menuju tempat ini. Dari Sangatta Utara, ibu kota Kutim, butuh waktu hingga lima jam melintasi jalanan berbatu dan berdebu, menyusuri hutan tropis dengan alunan kicau burung dan aroma tanah basah. Namun, perjalanan melelahkan itu seolah terbayar lunas ketika sampai di mulut Goa Ampanas. Ternganga seperti tenggorokan manusia, pintu masuk goa seolah mengundang siapa pun untuk menelusuri perut bumi.

Goa ini menawarkan keindahan alami formasi karst yang terbentuk selama ribuan hingga jutaan tahun. Pilar-pilar batu kokoh, stalaktit yang meneteskan air dari dinding goa, menciptakan simfoni keheningan yang magis. Meski hanya memiliki panjang sekitar 50 meter dan lebar 5 meter, sensasi berada di dalamnya bagaikan menjelajahi ruang waktu.

Bukan hanya keindahan batu-batuan yang jadi daya tarik. Dari celah goa mengalir mata air belerang yang dipercaya warga bisa menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Air hangat mengalir ke anak sungai kecil, menghadirkan sensasi mandi air panas di tengah belantara Kalimantan.

Goa Ampanas belum banyak dikenal. Tak ada petunjuk arah jelas, belum ada papan informasi atau tiket masuk. Namun, potensi wisata alam ini sesungguhnya tak bisa dipandang sebelah mata. Ia menyimpan cerita geologis, pengalaman spiritual, sekaligus tawaran ketenangan dari hiruk pikuk kota.

Napak Tilas Pengadan

Goa ini berada di Desa Pengadan, salah satu desa tua di jantung Karangan. Luas wilayahnya 333 kilometer persegi, dihuni sekitar 2.500 jiwa. Desa ini dibangun oleh para leluhur Kutai dan Banjar yang melarikan diri dari kekejaman penjajahan Jepang. Mereka memilih hidup di pedalaman, memulai dari kebun, ladang, dan hutan sebagai rumah.

Kini, napas sejarah itu masih terasa. Pengadan bukan hanya saksi perjuangan, tapi juga contoh harmonisasi manusia dengan alam. Warga hidup dari bertani dan menjaga kawasan hutan sebagai warisan leluhur. Meski terisolasi, masyarakat Pengadan terbuka bagi siapa pun yang ingin belajar tentang alam, sejarah, dan ketahanan hidup.

Pemerintah setempat diharapkan segera memberi perhatian. Potensi Goa Ampanas sebagai destinasi wisata alam dan sejarah begitu besar. Bila dikelola dengan serius, kawasan ini bisa menjadi permata baru pariwisata Kutai Timur, dan tak hanya itu, menjadi ruang belajar penting tentang sejarah lokal dan warisan geologis Borneo. (*)