EXPRESI.CO – Video berdurasi 3 menitan itu viral sejak 22 Juni 2022, dan segera memancing respons negatif netizen. “Awas lho kalau nyarinya yang kayak tukang bakso,” demikian ujar Megawati Soekarnoputri di video tersebut.

Politikus 75 tahun itu, dalam pembukaan rapat kerja nasional Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), video tukang bakso yang viral tersebut menceritakan nasihat yang pernah dia sampaikan tiga anaknya tentang kriteria pasangan.

Kata-kata Megawati bikin peserta tertawa, termasuk Presiden Jokowi dan Ketua DPR RI Puan Maharani yang duduk di barisan depan.

Megawati melanjutkan, dan isi pidato berikutnya yang memicu polemik di media sosial. “Tapi bukan apa. Maksud saya, manusia Indonesia ini… kenapa… kan bhinneka tunggal ika ya. Jadi kan harus kan berpadu. Itu bukan hanya dari sisi fisik dan perasaan, tapi juga dari… apa… ck… apa ya. Itu tadi. Rekayasa genetika itu lho. Kita cari-cari gitu.”

“Maaf ya, sekarang dari Papua ya. Papua itu kan hitam-hitam ya. Tapi maksud saya begini. Waktu permulaan saya ke Papua–hah, saya tuh mikir, ‘Lha kok aku dewean [sendirian] yo.’ Makanya waktu kemarin saya bergurau dengan Pak Wempi. Kalau ama Pak Wempi, deket. Nah itu dia ada. Kopi susu. Itu kan benar.” [Sebagai catatan, sosok yang dia maksud adalah John Wempi Wetipo, wakil menteri dalam negeri sekaligus kader PDIP asal Papua].

“Tapi sudah banyak lho sekarang yang mulai blending menjadi Indonesia banget. Betul. Rambutnya keriting. Karena kan Papua itu pesisirannya itu kan banyak pendatang. Sudah berbaur. Nah, maunya saya begitulah.”

Rekayasa genetika, maaf orang Papua kan hitam-hitam, blending, menjadi Indonesia banget. Akibat ucapannya, banyak yang menganggap Megawati rasis terhadap orang Papua. Kesannya, dengan tampilan fisik rambut keriting dan kulit hitam, orang Papua masih belum Indonesia.

Dua tahun terakhir, Megawati emang makin intens menjadi headline berkat pidato-pidato kontroversialnya, kadang di webinar, kadang di acara partai. Tapi aku mencoba berbaik sangka. Siapa tahu dengan menyimak pidato lengkapnya, petikan yang rasis banget di atas itu jadi enggak buruk-buruk amat.

Keputusan yang Kurang Baik

Selama satu jam aku tersiksa. Megawati masih seperti biasa, kerap tidak menyelesaikan kalimat dan terus melompat-lompat topik. Untuk memperjelas, aku akan kasih contoh. Tenang aja, ilustrasi ini kuusahakan simpel agar pembaca enggak menderita (banget).

Masuk menit ke 15:26 versi video yang juga viral dari siaran KompasTV, Megawati menjelaskan kenapa di rakernas PDIP kali ini tema besarnya adalah desa. Pasalnya, desa adalah tempat tinggal para petani yang menghasilkan pangan.

Dari soal pangan, Megawati bicara tentang teknik pengorganisiran. Aku cantumkan transkripnya, bukan apa-apa, pengin bikin Ivan Lanin nangis aja.

“Yang paling sulit adalah mengorganisir yang namanya rakyat itu. Karena sebenernya rakyat itu sangat mudah, asal kita tahu bahwa dapat membuka hatinya, bahwa kalian adalah sama dengan kita, bukan adanya sebuah perbedaan. Itu akan sangat segera mengalir dan menjadi sebuah bonding yang akan merupakan sebuah kekuatan yang luar biasa.”

Topik pengorganisiran ini muncul karena Bu Mega sedang membahas motif orang-orang yang gabung PDIP. Kutipannya aku cantumin karena ada hubungannya dengan hal yang mau kita bahas nanti.

“Itulah mengapa selalu saya bertanya, apa maksud kalian masuk ke dalam partai ini? Saya bilang selalu, saya bangga berada di dalam mereka yang wong cilik dan sandal jepit.”

Well, habis ini Bu Mega masuk ke soal tuduhan komunis, problem ketika cowok dipanggil bung terus cewek dipanggil apa dong, hingga diskriminasi gender. Mengenai yang terakhir ini, ia merasa kaum perempuan “didhelep-dhelep” (dimasukin-masukin? Tidak boleh keluar rumah?). Padahal apa yang bisa dicapai perempuan tidak kalah dari laki-laki. Misalnya Bu Mega sendiri punya dua gelar profesor dan bentar lagi otw 14 gelar honoris causa.

Peran Megawati 

Mega masuk ke perannya saat ini di pemerintahan, yakni sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Menurut cerita doi, jabatan itu ia terima karena Jokowi yang minta.

“Saya sampaikan, ‘Pak, aku ini 57 terbalik lho, lha kok dikasih tugas lagi lho, Pak. Mbok enggak usah.’ [Terus Jokowi jawab] ‘Enggak, saya maunya Ibu, kan Ibu ngerti [soal riset?].

“Ya memang iya sih, anu saya kan di Pertanian [Megawati pernah kuliah S-1 Pertanian di UNPAD tapi gagal selesai karena dihalangi rezim Soeharto]. Saya ngerti yang namanya genetika dan lain sebagainya. Jadi ya boleh lah, Pak, terima kasih,” ujar Bu Mega.

Ngomong-ngomong soal genetika, Megawati teringat salah satu pengawal (Jokowi?) yang hadir di acara tersebut. Menurutnya, harusnya tuh orang Indonesia yang jangkung kayak mas pengawal itu, yang tingginya 182 cm. Mega lompat ke soal penampilan fisik bapaknya yang ganteng dan karismatik, yang mana ia klaim menurun ke dirinya.

Kenapa bapak dan anak ini bisa cakep dan karismatik? Ini penjelasan Mega: karena “rekayasa genetika”. Kami sih maklum yah kalau ada pembaca di sini yang geregetan pengin ngejelasin bahwa rekayasa genetika beda dengan persilangan. Tenang, kalian enggak sendiri. Peneliti-peneliti BRIN jauh lebih geregetan.

Tibalah Kita Pada Bagian yang Rasis Tadi

Karena fisik penting bagi Mega, dia tidak ingin menantunya menjadi seperti pembuat bakso. Orang-orang bertanya, ada apa sebenarnya dengan tampilan tukang bakso di video viral tersebut?

Tampaknya baik-baik saja. Lucunya, dengan adanya Mega yang memiliki sentimen terhadap tampilan tukang bakso dalam video viral tersebut, kemungkinan besar ia memiliki sentimen yang sama dengan basis pendukung PDIP itu sendiri.

Tahun lalu kami mewawancarai Direktur Eksekutif Lembaga Survei Qodari Indo Barometer. Doi menjelaskan, PDIP memiliki basis massa nasionalis, yang biasanya kelas menengah ke bawah, etnis Jawa, dan berdomisili di Jawa Tengah, sebagian Jawa Barat dan Jawa Timur.

Nah, orang Jawa juga merantau ke pulau lain dan berjualan bakso di sana. Ingat, bakso bisa masuk dalam tiga besar makanan terpopuler di Indonesia, bersama dengan nasi padang dan nasi goreng.

Apa tujuan dari semua kata ini? Aktivis Papua Veronica Koman mengatakan di Twitter bahwa niat Bu Mega sangat jelas, dia ingin menghilangkan etnisitas.

Bisa jadi Bu Mega hanya membicarakan hal-hal yang tidak dia mengerti. Seperti cara menggunakan diksi rekayasa genetika.

Bahkan ada bagian di mana Bu Mega menyebut perkawinan campuran melahirkan keturunan jenius. Ya apa kabar? Dulu, bahkan sekarang, Megawati adalah orang yang sangat irit dengan wartawan dan masyarakat.

Gus Dur pernah bergurau bahwa dirinya dan Mega adalah pasangan ideal, karena Gus Dur tidak bisa melihat, Mega tidak bisa bicara.

Namun entah kenapa, dalam dua tahun terakhir ini Bu Mega terlihat lebih vokal, yang sayangnya kerap menjadi bahan kontroversi.

Kalau boleh saya sarankan, Bu, mungkin sudah waktunya Bu Mega untuk sedikit berbicara tentang hal-hal yang tidak dia ketahui banyak, dan untuk lebih banyak mendengarkan.

Dari kalangan anak muda khususnya, kelompok yang datang ke sini semakin sering mencela Bu Mega tanpa alasan. Namun, Bu Mega memiliki reputasi sebagai ikon reformasi yang harus dilestarikan. Kalau mau mengkritik saya, kritik saja yang keras-keras, Bu. Mahathir Mohammad, misalnya. (*)