Aborsi mandiri merupakan tindakan berbahaya, sebab risiko medisnya sangat tinggi kepada perempuan. Namun pasangan kekasih di Kota Makassar, Sulawesi Selatan ini bahkan bertindak jauh lebih nekat, karena rutin menggugurkan kandungan sejak 2012. Tindakan mereka menjadi lebih problematis, sebab janin-janin yang digugurkan itu lantas disimpan dalam kotak makan di indekos kawasan Bhiringkanaya yang mereka tinggali.
Seperti dilaporkan Liputan6.com, kasus ini terungkap setelah pemilik kos hendak membersihkan kamar yang lama tidak ditinggali penyewanya. Rencananya kamar itu akan disewakan kepada orang lain. Saat bersih-bersih, dia mencium bau busuk serta amis dari sebuah kardus berisi kotak makan. Tanpa dinyana, ketika dibuka kotak itu berisi janin yang sudah membusuk. Sebagian bahkan sudah tinggal rangka.
Sang pemilik kos segera melapor ke polisi, yang melakukan pemeriksaan intensif pada 5 Juni 2022, termasuk melakukan tes DNA. Aparat menyimpulkan janin-janin tersebut merupakan hasil aborsi tanpa izin dari penyewa kos sebelumnya.
Pada 8 Juni 2022, sosok penyewa kos, yakni perempuan 26 tahun berinisial JNM yang memiliki latar pendidikan ilmu kesehatan masyarakat, langsung ditangkap petugas dari Polrestabes Makassar di Kabupaten Konawe, Sulawesi Selatan. Dia ternyata kini tak lagi tinggal bersama kekasihnya, berinsial NM, yang pindah bekerja di Kalimantan Selatan. NM kini telah dijemput polisi untuk pemeriksaan lebih lanjut ke Makassar.
“Tak lama kemudian kita tangkap orang yang berbeda juga di daerah Kalimantan, sementara rangkaian penyelidikan ini masih berlangsung, namun kita sudah berani menetapkan dua orang ini sebagai tersangka,” ujar Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol. Budhi Haryanto seperti dilansir TVOne.
JNM saat diinterogasi aparat mengakui bila dia melakukan sendiri aborsi tersebut dibantu kekasihnya. Mereka mulai menggugurkan kandungan pada 2012. Selama tujuh kali melakukan aborsi, lokasinya selalu berbeda-beda, tidak di kamar kos tersebut.
JNM mengklaim memiliki pengetahuan terkait teknik aborsi, dengan pil serta ramuan kimia, karena pengalamannya bekerja di salah satu rumah sakit Makassar. Polisi belum merinci motif pasangan tersebut menyimpan janin-janin tersebut dalam kotak makan, alih-alih mengubur mereka.
Polisi hanya menyebut bila JNM dan NM ingin menutupi jejak dari masyarakat dan keluarga, kalau hubungan mereka memicu kehamilan beruntun. “Sementara motifnya adalah karena malu yang bersangkutan melakukan hubungan gelap dan mengandung,” kata Budhi.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, menyesalkan tindakan aborsi mandiri tersebut lantaran berpotensi melanggar Pasal 346 dan Pasal 348 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara. Menurut Tardi, saat dikonfirmasi okezone.com, motif aborsi mandiri di Makassar itu tidak terkait dengan pengecualian yang diberikan dalam hukum Indonesia.
“Mengugurkan kandungan di luar indikasi medis dan perkosaan diatur dalam KUHP,” ujarnya.
Pasal lain dari UU TPKS yang baru disahkan bisa dipakai, andai polisi menemukan bukti bahwa kekasih JNM melakukan pemaksaan untuk aborsi. Namun sejauh ini, polisi memberi indikasi bahwa keduanya bersepakat untuk menggugurkan kandungan.
Di luar perilaku dua sejoli di Makassar yang problematis itu, aborsi memang isu yang masih kontroversial di Tanah Air. Sistem hukum Indonesia condong mengasumsikan aborsi sebagai penghilangan nyawa, alih-alih dipandang sebagai hak dasar reproduksi seorang perempuan dewasa. Sekalipun begitu, undang-undang membolehkan aborsi atas beberapa syarat. Pertama, jika keberadaan janin mengancam nyawa ibu dan anak. Kedua, jika ibu yang hamil adalah korban pemerkosaan dan berada dalam kondisi trauma secara psikologis.
Aborsi legal versi Indonesia harus dilakukan sebelum kehamilan berusia 40 hari dihitung sejak hari terakhir kali menstruasi, kecuali untuk kasus darurat medis. Prasyarat tadi akhirnya memicu masalah, sebab kebanyakan perempuan baru sadar sudah hamil lewat sebulan atau dua bulan setelah rahimnya dibuahi. Korban pemerkosaan yang telat sadar kalau dirinya hamil kerap bingung berhadapan dengan aturan ini.
Problem lain dari sistem hukum saat ini adalah pemidanaan pelaku aborsi yang statusnya korban pemerkosaan. Kasus macam itu pernah terjadi di Jambi pada 2018, ketika remaja berusia 15 tahun justru divonis penjara 6 bulan karena menggugurkan kandungan, yang diakibatkan perkosaan oleh abangnya sendiri.
Tinggalkan Balasan