EXPRESI.co, BONTANG – Gadis 16 tahun asal Banjarmasing, Kalimantan Selatan tidur pulas hingga empat hari. Siti Raisa Miranda alias Echa, juga pernah tidur hingga 13 hari pada 2017 silam.

Echa telah dua kali tertidur pulas dengan waktu lebih lama dibanding orang pada umumnya. Bhakan dirinya sempat alami kejang-kejang di tengah tidur lelapnya dan dilarikan ke RS Ansari Saleh untuk mendapat perawatan intensif.

“Bulan Februari juga sempat tertidur selama satu setengah hari,” ujar ayah Echa, Mulyadi, di kediamannya Jalan Pangeran, Kecamatann Banjarmasin Utara, Senin (5/4/2021) petang, dilansir dari Kanalkalimantan.com.

Mulyadi mengaku, pernah membawah putrinya itu ke rumah sakit. Namun saat diperiksa, dokter mendapati kondisi Siti normal. Tidak terdapat hal mencurigakan atau mengidap penyakit apapun. Semuanya masih normal saja.

Setelah menjalani perawatan intensif selama 3 hari, akhirnya Echa dizinkan pulang, namun dengan kondisi yang masih tertidur pulas.

Seperti julukan Echa, sindrom putri tidur sebenarnya ada dalam dunia nyata. Penderita sindrom ini dapat tertidur lebih dari 20 jam selama beberapa hari hingga berbulan-bulan.

Dalam dunia medis, sindrom putri tidur disebut dengan Kleine-Levin syndrome (KLS). Ini adalah sebuah kondisi langka yang ditandai dengan hipersomnia atau tidur dalam jangka waktu lama.

Umumnya, KLS menyerang remaja dengan kecenderungan penderita sebanyak 70% dialami kaum pria. Namun tak menutup kemungkinan kondisi ini juga dapat menyerang siapa saja di segala usia.

Dikutip dari Alodokter, penyebab sindrom ini belum diketahui secara pasti. Namun, ahli menduga ada gangguan di beberapa bagian otak, tepatnya di hipotalamus dan talamus, pada penderita. Kedua bagian otak tersebut mengatur nafsu makan, pola tidur, dan suhu tubuh.

Faktor keturunan dan penyakit autoimun juga diyakini dapat menyebabkan sindrom putri tidur. Tetapi masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hal ini. Selama periode tidur penderita mungkin akan terbangun sesekali untuk ke kamar mandi atau makan, lalu setelahnya ia akan kembali tertidur.

Pada beberapa kasus, gejala kelainan langka ini akan hilang seiring bertambahnya usia. Tetapi dapat muncul kembali di kemudian hari.

Tetapi memang mendiagnosis KLS cukup sulit lantaran gejala utamanya mirip dengan penyakit lain, seperti penyakit saraf dan gangguan kejiwaan. Untuk mendiagnosisnya, biasanya memerlukan waktu hingga bertahun-tahun. (**)