EXPRESI.co, BONTANG – Realisasi produksi (lifting) minyak dan gas (migas) Indonesia terus menurun sejak 2010 hingga 2020 lalu. Sepuluh tahun lalu, lifting minyak masih bisa mencapai 954 ribu barel per hari (bph).
Namun, kemampuan turun hingga tinggal tersisa 707 ribu bph pada 2020 lalu.
“Lifting migas sejak 2010 kecenderungannya adalah menurun,” ujar Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata dalam rapat bersama Komisi VII DPR, Kamis (10/6).
Data Kementerian Keuangan mencatat lifting minyak pada 2010 mencapai 954 ribu bph. Kemudian, kemampuan turun menjadi 898 ribu bph pada 2011 dan 860 ribu bph pada 2012.
Secara berturut-turut angkanya kembali turun menjadi 825 ribu bph pada 2013, 794 ribu bph pada 2014, 776 ribu bph 2015, dan 829 ribu pada 2016.
Sementara itu, realisasi lifting minyak pada April 2021 sebesar 643 ribu bph atau 91,17 persen dari target APBN 2021 yakni 705 ribu bph.
Sejalan dengan minyak, lifting gas juga terus berkurang. Pada 2010, lifting gas mencapai 1,32 juta barel setara minyak per hari (BOEPD).
Namun, pada 2020 lalu, lifting minyak hanya 983 juta BOEPD.
Sementara itu, realisasi lifting gas per April 2021 sebanyak 946 ribu BOEPD atau setara 95,69 persen dari target dalam APBN yakni 1,007 juta BOEPD.
Menurutnya, penurunan lifting minyak disebabkan Indonesia masih mengandalkan sumur-sumur tua yang mengalami penurunan produktivitas secara alamiah. Sedangkan, penurunan lifting gas disebabkan penyerapan konsumen akhir (end buyer) rendah.
“Penurunan 2020 juga dipengaruhi oleh dampak pandemi covid-19,” ujarnya. (*)
Editor: Bagoez Ankara