EXPRESI.co, BONTANG – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, ada ratusan ribu anak terinfeksi Covid-19 sejak 2020. Bahkan, di antaranya ada ratusan yang nyawanya tidak terselamatkan.
Dalam Rakornas Pemenuhan dan Perlindungan Hak Anak Korban Kehilangan Orang Tua Pada Pandemi Covid-19 secara daring, Ketua KPAI, Susanto, menjelaskan data-data terkait anak-anak tersebut.
“Anak terpapar Covid-19 hari ini rupanya tidak sedikit, ada 350.000 anak-anak kita yang terpapar Covid, dengan 777 meninggal dunia akibat terpapar Covid-19,” ujar Ketua KPAI Susanto, pada Kamis (12/8/2021).
Berdasarkan data dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19, ada sebanyak 2,9 persen anak berusia 0-5 tahun terinfeksi Covid-19. Sebanyak 0,5 persen di antaranya meninggal dunia.
Lalu, anak pada usia 6-18 tahun yang positif Covid-19, mencapai 10 persen. Sedangkan jumlah yang meninggal mencapai 0,5 persen.
Menurut Susanto, pandemi Covid-19 banyak memberikan pengaruh pada perkembangan anak. Khususnya bagi keluarga-keluarga yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan pada akhir 2020, ada 29,4 juta keluarga yang terdampak PHK. Hal tersebut tentu saja berdampak pada pendapatan keluarga.
“Survei KPAI tahun 2020, keluarga yang pendapatannya menurun itu juga memiliki hubungan signifikan bagi pelemahan pemenuhan gizi anak. Ada 26,6% pemenuhan hak gizi anak kita tampaknya lebih buruk dibandingkan sebelum Covid-19,” ujar Susanto.
Kondisi keluarga yang terkena PHK, juga membuat sejumlah orang tua mengalami perubahan pola asuh yang berbeda. Tidak jarang, mereka melampiaskan amarahnya kepada sang anak.
“Tahun 2020, ada 23% anak kita dicubit, 10% anak kita dipukul,9% dijewer. Ini menunjukkan bahwa ada lampu kuning bagi kualitas pengasuhan di Indonesia akibat Covid-19” tutur Susanto.
Susanto mengatakan, banyak juga anak-anak harus kehilangan orang tua yang meninggal akibat Covid-19. Menurutnya, keluarga terdekat bertanggungjawab untuk mengasuh anak yang menjadi yatim piatu.
“Kalau kemudian pengasuh utamanya tidak ada, anak-anak kita wajib diasuh oleh keluarga sampai derajat ketiga. Secara sosiologis pada umumnya, keluarga itu lebih mudah adaptasinya dalam proses pengasuhan terhadap anak,” ucap Susanto.
Lebih lanjut, Susanto menyampaikan bahwa, jika kondisi keluarga terdekat tidak memungkinkan untuk mengasuh anak tersebut, maka bisa dititipkan ke lembaga sosial.
“Selanjutnya jika tidak memungkinkan, berarti pengangkatan anak dan pendapatan anak di LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) sebagai alternatif terakhir,” imbuh Susanto.