EXPRESI.co, BONTANG – Masyarakat Balikpapan dihebohkan dengan meninggalnya seorang warga usai menjalani vaksinasi COVID-19 beberapa hari sebelumnya. Warga tersebut adalah Muhammad Azmi Ramadan (25), seorang guru honorer di SMP Negeri 17 Balikpapan, Kalimantan Timur.
Sebelumnya ia sempat menjalani vaksinasi COVID-19 pada hari Selasa (18/5) di Puskesmas Karang Joang. Karena itu pihak keluarga menduga meninggalnya anak pertama dari empat bersaudara ini ada kaitannya dengan vaksin yang ia jalani sehari sebelum mulai mengalami demam dan nyeri di bagian dada.
Merespons ini, Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Andi Sri Juliarty mengungkapkan, menerima kabar pada Kamis (27/5) sekira pukul 04.00 Wita atau setengah jam usai Azmi meninggal dunia.
“Kami dapat kabar dari pimpinan Puskesmas Karang Joang melalui telepon,” ungkap Dio, sapaan Andi Sri Juliarty, kamis sore di BSCC Dome Balikpapan.
Dio menjelaskan, dari puskesmas perawatan 24 jam tersebut menginformasikan merawat dan merujuk pasien emergency. Pihak keluarga menyampaikan melalui telepon kepada puskesmas sekira pukul 10.30 Wita. Kala itu kondisi Azmi lemas. Selanjutnya dari pihak Puskesmas melakukan kunjungan rumah dan penjemputan menggunakan ambulans.
“Kemudian yang bersangkutan dibawa ke puskesmas untuk mendapatkan pertolongan pertama. Di puskesmas dilakukan pemeriksaan UKG, dan ditemukan detak jantung yang meningkat,” beber Dio.
Pemeriksaan dilanjutkan dengan antigen, yang hasilnya negatif. Lalu alat infus mulai dipasang, beserta bantuan oksigenasi dan pemasangan kateter.
“Ini memang standar yang harus dilakukan sebagai tindakan prarujukan. Apalagi jika diketahui jarak Puskesmas Karang Joang cukup jauh dari rumah sakit,” terangnya.
Setelah itu korban dirujuk ke RSUD Beriman Balikpapan, di Jalan Mayjen Sutoyo, kawasan Gunung Malang. Dio membeberkan, mulanya pasien hendak dibawa ke rumah sakit rujukan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Balikpapan, yakni RSUD Kanujoso Djatiwibowo, di Jalan MT Haryono.
Namun rupanya ICU di rumah sakit tersebut sedang penuh. Sehingga pasien dibawa ke rumah sakit rujukan KIPI kedua, yakni RSUD Beriman.
“Di sana juga dilakukan pertolongan. Namun karena kondisinya makin lemah, syok SpO2 (saturasi oksigen) 40 persen dan kemudian dinyatakan meninggal dunia pukul 2.50 Wita,” sebut Dio.
Dio melanjutkan, prosedur untuk kejadian seperti ini mesti melaporkan terlebih dahulu melalui aplikasi kejadian pasca imunisasi. “Pada kasus ini almarhum divaksin 18 Mei di Puskesmas Karang Joang bersama guru-guru lainnya. Kemudian pada tanggal 18 sampai 25 Mei, puskesmas tidak mendapat laporan apa-apa,” ungkapnya.
Menurutnya ada informasi mengenai pelaporan pada tanggal 22 Mei. Namun setelah dicek ternyata tidak ada kunjungan almarhum di puskesmas.
“Adanya tanggal 25 Mei. Saat itu pun kondisinya baik hanya ada keluhan batuk dan pusing,” lanjutnya.
Pascakejadian ini, sesuai aturan dinas kesehatan akan tetap memasukkan dalam aplikasi sebagai ikutan pascavaksin. “Jarak antara waktu vaksinasi dengan kejadian semalam adalah delapan hari,” kata Dio lagi.
Dalam hal ini apapun keluhan fisik setelah mendapatkan vaksinasi akan tetap dilaporkan. Dari situ kemudian dilakukan pembahasan di tingkat objek KIPI kota. Dinas terkait kemudian menunggu pembahasan dari Komnas KIPI Nasional.
“Nanti kami akan diundang untuk membahas ini. Tapi karena pandemi melalui video conference. Saat ini kami belum bisa membuktikan, jadi menunggu alur dari penanganan KIPI seperti terjadi di daerah lain,” jelasnya.
Dio menyebut kejadian ini belum dapat dibuktikan. Apalagi jarak waktu vaksin dengan saat meninggalnya korban cukup jauh. Sehingga di Balikpapan dipastikan pelaksanaan vaksin akan tetap dilanjutkan. “Untuk diagnosa kematian ada di RSUD Beriman,” katanya.
Sebelum disuntik, data kesehatan penerima vaksin terlebih dahulu diskrining. Menurut Dio, saat ini peserta sendiri yang mengisi lembarnya. Calon penerima vaksin menyatakan sendiri kondisi kesehatannya. Kendati begitu tetap mereka juga dicek suhu tubuhnya.
“Yang bersangkutan hasil skriningnya layak vaksin. Ada informasi almarhum dikatakan demam dan batuk saat vaksin. Tapi setelah kami melihat kertas kendali yang diisi oleh pasien, semua baik dan tidak ada keluhan. Hasil pemeriksaan suhu tubuhnya tertulis 36 derajat. Artinya tidak demam,” ungkapnya.
Selain itu di hari yang sama juga ada salah seorang guru yang saat di vaksin mengeluh batuk dan pilek. Keterangan tersebut juga ditulis di kertas kendali. Akhirnya guru tersebut ditunda vaksinasinya oleh tim vaksinator
“Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan peserta dipaksa untuk vaksin atau ada kelalaian dalam skrining,” tandas Dio.
Muhammad Azmi Ramadan disebutkan pihak keluarga mengalami demam dan nyeri dada kanan, sehari setelah vaksin. “Sebelum divaksin itu dia memang bilang ke dokter di Puskesmas kalau dia ada batuk. Tapi sama dokter yang mau suntik di bilang enggak apa-apa, jadi tetap di vaksin,” kata Ibu almarhum, Surati.
Ia juga menyebutkan, pada Sabtu (22/5) sekira pukul 10.00 Wita almarhum kembali ke puskesmas dengan keluhan yang sama. Yakni demam, nyeri dada dan batuk. Hanya saja oleh pihak puskesmas hanya diberi obat paracetamol dan vitamin saja. Setelahnya disuruh pulang kembali.
“Cuma dikasih obat dua jenis itu aj anak saya. Habis itu ya disuruh pulang lagi. Padahal demamnya sudah tinggi, mukanya sampe pucat,” jelasnya sambil meneteskan air mata.
Diketahui jika semasa hidupnya, almarhum Muhammad Azmi Ramadan tidak memiliki riwayat penyakit apa pun. Bahkan dengan tegas sang ibu mengatakan jika anaknya ini baru pertama kali ini mengalami penyakit seperti ini dan harus menghembuskan nafas terakhirnya.
“Dia enggak pernah sakit sebelumnya. Dia sehat aja. Bahkan ke Puskesmas itu aja baru kemarin pas mau di vaksin,” tambah Surati. (*)
Sumber: Pranala.co
Editor: Bagoez Ankara
Tinggalkan Balasan