EXPRESI.co, BONTANG – Arfan Boma seorang Camat Tenggarong di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, diduga dianiaya sekelompok warga, Minggu (9/5) siang, di kawasan Mangkurawang, Tenggarong. Pemicunya diduga warga kesal lantaran Arfan berani menghentikan aktivitas ekskavator.

Video berdurasi 54 detik itu mempterlihatkan Arfan meminta pria diduga operator ekskavator keluar dari area aktivitas ekskavator yang diduga sedang melakukan pengupasan lahan. Pria yang diminta Arfan itu balik bertanya, bagaimana dia bisa meninggalkan ekskavator yang masih berada di lokasi aktivitas.

“Kalian jalan kaki saja, saya nggak peduli. Kalian masuk ke sini nggak ada ngomong dengan saya. Keluar!” kata Arfan, dalam video yang direkam menggunakan ponsel itu.

Arfan menerangkan, selama ini dia lebih banyak berdiam diri melihat aktivitas serupa di wilayah yang menjadi tanggungjawabnya. “Saya nggak peduli, ribut ribut sekalian. Diam saya selama ini kalian semakin menjadi jadi. Keluar kalian mas,” tambah Arfan.

“Saya tahu kalian nggak bersalah. Tapi kalian keluar. Kasih tahu Taufik saya yang nyuruh gitu. Berhenti! Seenaknya kalian ini,” seru Arfan lagi.

Diduga, Arfan kesal karena aktivitas ekskavator merusak areal kebun warganya yang menjadi sumber pendapatan. “Rusak tanah ini. Orang pakai berkebun, mencari nafkah, kalian obrak abrik. Rusak tanah ini,” tegas Arfan.

Beredar foto Arfan diduga jadi korban penganiayaan di tengah aksi dia menyetop aktivitas ekskavator itu. Kendati demikian, saat dikonfirmasi wartawan, dia belum bersedia memberikan penjelasan lebih lanjut.

“Nanti saja. Saya masih di Polsek, masih diperiksa,” kata Arfan.

Peristiwa itu sedang ditangani kepolisian di Kutai Kartanegara. Belum diketahui pasti tujuan aktivitas kupas lahan itu. Penyidik masih mendalami keterangan saksi-saksi terkait peristiwa itu.

“Terduga pelakunya (pelaku penganiayaan) ada di Polres. Kita dalami dulu keterangan saksi-saksi, dalami dulu pemeriksaan,” kata Kasat Reskrim Polres Kutai Kartanegara AKP Herman Sopian.

Insiden dugaan tindak kekerasan oleh sejumlah oknum warga terhadap Camat Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Katim) Minggu (9/5) mendapatkan kritik dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim.

Menurut Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, insiden kekerasan tersebut berkaitan dengan upaya kejahatan lingkungan berupa praktik pertambangan ilegal batubara di wilayah Kukar. Warga kemudian melakukan ressistensi atau terhadap upaya perusakan lingkungan di wilayahnya.

Pradarma Rupang menjelaskan, kejahatan lingkungan disertai intimidasi baik soft violence maupun hard violence di Kaltim telah terjadi dalam sejarah panjang. Beberapa di antaranya terjadi dalam beberapa tahun belakangan.

Menurut Pradarma Rupang, di bulan Februari 2018, staf kecamatan Tenggarong Seberang bernama Mardi menghentikan iring-iringan truk tambang ilegal yang melintasi jalan di depan kantornya.

Lanjut dia, aksi dari gerombolan mafia tambang ini mengakibatkan lingkungan desa di Tenggarong Seberang Kukar serta fasilitas jalan umum mengalami kerusakan yang parah.

”Tindakan Mardi dalam menghentikan iring-iringan truk tersebut sebagai bentuk protesnya atas brutalnya aksi mafia-mafia tambang ilegal ini,” ujar Pradarma Rupang Senin 10 Mei 2021.

Begitu pula yang dialamai Camat Arfan Boma. Menurut Pradarma Rupang, kekerasan yang dialami Camat Arfan Boma menjadi bukti konkret brutalitas para mafia tambang.

Contoh lain dari amatan Jatam Kaltim, di tahun 2020, tepatnya akhir Maret, Kades Karya Jaya memimpin lebih dari 50 warganya melakukan penghentian kegiatan tambang ilegal yang telah merusak lingkungan desas khususnya Waduk Samboja.

Warga protes karena lahan yang dirusak itu merupakan sumber utama air baku bagi kebutuhan pertanian serta kebutuhan sehari-hari warga. Menurut Pradarma Rupang, mereka juga kesal karena laporan mereka sejak tahun 2018 tidak direspon Gubernur Kaltim serta pihak kepolisian.

”Maka mereka menghentikan secara langsung bersama adalah tindakan terakhir yang bisa Kades Karya Jaya dan warga lakukan,” ujar Pradarma Rupang.

Jatam Kaltim mencatat respon Pemerintah khsususnya Gubernur Kaltim Isran Noor terhadap aktivitas pertambangan tanpa izin di Kaltim justru paling buruk dibandingkan dengan Gubernur sebelumnya. Banyaknya kasus tambang ilegal selama masa pandemi tidak segera di tindak bahkan hingga kini masih berlangsung.

Contoh saja sejumlah aktivitas tambang ilegal di wilayah hutan negara diantara lain Tambang di Sungai Merdeka yang masuk dalam Tahura Bukit Soeharto, juga Tambang ilegal yang berada di Desa Santan Ulu Kecamatan Marang Kayu serta di Desa Sumber Sari dan Sebulu Modern Kecamatan Sebulu.

Ketiga wilayah tersebut berada di Kawasan Hutan Produksi. Namun nasibnya tidak mendapatkan perlindungan oleh Pemerintah Provinsi Kaltim maupun pihak Kepolisian.

Menurut Pradarma Rupang, prioritas yang harus dilakukan Pemerintah serta Polda Kaltim yakni menindak pelaku tambang ilegal baik dalam situasi sulit seperti pandemi sekalipun.

”Modus kejahatan yang dilakukan para bandit-bandit tersebut beraksi di saat-saat kondisi pandemi covid 19 masih berlangsung,” ujar Pradarma Rupang.

Terpisah, pengamat hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah juga angkat bicara. Dari kasus insiden yang terjadi pada 9 Mei 221 tersebut, Herdiansyah Hamzah menilai bahwa aksi kekerasan itu dipicu kebijakan pemerintah daerah yang acuh tak acuh terhadap praktik ilegal mining.

”Ini diduga karena sikap pemerintah, antara Gubernur Kaltim serta Pemkab Kukar, yang acuh tak acuh terhadap menjamurnya aktivitas tambang ilegal. Bukannya memerintahkan jajaran perangkat di bawahnya untuk menghentikan justru sebaliknya, respon negatif yang hadir,” ujar Herdinsyah Hamzah mellui keterangan tertulis, Senin (10/5).

Tak hanya itu, Herdiansyah Hamzah juga melihat adanya indikasi aksi permisif dari pemerintah setempat terhadap tambang ilegal. Hal itu bisa dilacak dari statement kepala daerah terpilih Bupati Kutai Kartanegara saat mengumbar janji penertiban tambang batubara di Kukar.

“Publik masih ingat statemen Edi Damansyah di debat kandidat Pilkada Bupati Kukar tempo hari (2020). Apa yang Edy Damansyah ucapkan seolah-olah mendorong praktik-praktik mafia tambang di kukar (debat cakada 2020) yang ke depan akan menjelma menjadi tambang legal,” ujar Herdiansyah Hamzah.

Karena itu, Herdiansyah Hamzah mendorong pemerintah agar bersikap tegas terhadap praktik-praktik pelanggaran dalam pertambangan. Menurut Herdiansyah Hamzah, dari kasus Camat Arfan Boma adalah bukti nyata ketidakhadiran aparat hukum di lapangan kata Pradarma Rupang dari Jatam Kaltim.

”Pemerintah lebih berani bertindak untuk mendorong aparat mengusut tambang ilegal. Publik menantikan tindakan nyata penegak hukum dengan menyeret pelaku tambang ilegal di Kukar dan seluruh wilayah Kaltim dan mendesak aparat untuk mengusut pemukulan yang dialami camat Arfan Boma,” ujar Herdiansyah Hamzah. (*)

Sumber: Pranala.co

Editor: Bagoez Ankara